Saturday, August 13, 2011

My Favourite Minister vs. Piracy

Hanya beberapa hari yang lalu, Pak Menteri terhormat favorit gw (yang menurut gw lebih sensasional ketimbang kapabel) masuk berita torrentfreak. Judulnya begini:

Government To Block Sharing Sites, But Music Biz Must Cut Prices.

Sudah bisa ditebaklah baunya kemana. Tapi perlu diambil catatan bahwa beberapa waktu sebelumnya torrenfreak juga pernah mengangkat berita bahwa Malaysia memerintahkan kepada ISP2-nya untuk memblok PirateBay, torrent indexer yang di satu pihak dianggap sebagai penjahat dan di pihak lain dianggap sebagai pahlawan. Tergantung mau dilihat dari sisi mana.

Personally gw berada di sisi yang menganggap mereka sebagai pahlawan, and I wish them all the best. Gosipnya USA sampai mengancam mengeluarkan Sweden dari WTO hanya untuk membawa mereka ke pengadilan. Dan ketika digrebek PirateBay sempat down, tapi dalam hitungan menit sudah up kembali dari tempat lain. Luar biasa!

Dahulu kita hidup dengan klausul: "Kalau tidak bisa punya janganlah mencuri". Sayangnya di era informasi klausul ini bergeser menjadi "Kalau tidak bisa punya, harus bisa punya dengan cara apapun".
Dan tidak, hal ini tidak bisa dirubah karena informasi menjadi sesuatu yang krusial, penting, dan globally available.

Adalah kita dulu hidup dengan masa informasi terkontrol dan sulit diduplikasi. Contoh saja dulu di Indonesia satu2-nya sumber berita adalah "Dunia Dalam Berita", "Laporan Khusus", dan koran "Kompas". Mengapa? Simpel.. karena kita tidak punya teknologi untuk membuat dan mendistribusikan informasi.
Sekarang? Sudah jauh berbeda. Teknologi untuk ini ada di mana2. Dan orang2 yang kehilangan kontrol mulai merasa tidak nyaman.

Ambil contoh ketika dulu beredar film "Fitna" yang dikatakan menghina agama Islam. Pemerintah Indonesia dengan sigapnya mengirim surat kepada Google untuk memblok video tsb di Youtube kepada koneksi internet dari Indonesia. Apakah ini cukup?
Maaf seribu maaf, karena saya kepingin nonton, maka dengan memakai proxy dengan sekejap gw sudah keluar di Jerman dan Youtube memutar video tersebut dengan senang hati.

Apa yang mau dikatakan di sini? Musik adalah media, media adalah informasi, dan kembali kepada klausul awal: kalau tidak tersedia, orang akan memperoleh dengan cara apapun. Dan disinilah landscape IT mengubah segalanya.

Ketidaktersediaan bisa diakibatkan berbagai aspek, ya harga salah satunya, tapi salah dua dan salah tiganya masih banyak: sensor, supplier yang enggan membawa masuk, ketidakcocokan format, dll.

Kalau sekarang gw disuruh beli DVD asli di Indo, lalu disuruh ngeliat layar biru dengan tanda tangan Titi Said (sekarang udah ganti sih.. tapi lupa siapa yang baru). Sori demori...GW GA SUDI! Gw bayar mahal2 untuk beli film yang orang2 itu seenak jidatnya motong sana sini? Gw termasuk salah satu orang yang mendukung badan sensor sebaiknya ke laut. Rating is ok, boleh kontrol ini film untuk dewasa, remaja, segala umur, dll. Boleh buat peraturan: pengusaha bioskop boleh didenda apabila memperbolehkan orang masuk ga sesuai kategori film, boleh juga periksa KTP. Tapi ga boleh motong2 sana sini!

Belum lagi ada beberapa film yang ga bisa "masuk" karena kepentok isu2 sensitif ya SARAS (SARA+Seksualitas) itu lah...Lantas apa yang harus dilakukan? Ga nonton?? Alamak...orang2 SARAS itu goblok..bisa2 kita jadi ikutan goblok.

Ketika muda dulu gw pergi ke DT Dago. Ngeliat album DEEN, langsung pulangnya ga bisa tidur. Mahal... tapi keburu sudah nge-fans secara mereka muncul sebagai soundtrack di Tales of Destiny. Sebelumnya sudah punya MP3-nya (bajakan) tapi secara sudah ngefans berat (duile...) sama DEEN ya tetap beli albumnya.
Apa moral ceritanya? Rasanya gw ditipu sama DT. Ngebandingin harga sama A, duh lumayan jauh bo.... Ya tapi hadiah hiburannya untung semua tracknya bagus.

Jadi di sini gw mengeluh harga. Apakah gw mengeluhkan harga lagu2 DEEN? Tidak.. gw meragukan efisiensi DT dalam mengelola harga ketimbang A. Dan karena seribu beribu sayang A waktu itu tidak menerima kartu kredit Indonesia, dan mungkin boro2 ship ke Indonesia.. ya sudah lupakan sajalah.

Kemudian muncul Daughtry dengan "Home". Secara gw nge-fans sama Daughtry sejak dari AI (gw ga nonton lagi sejak dia pulang)... ya gw beli albumnya. Alamak..yang bagus cuma "Home" itu doang... =(. Kan andai gw bisa nyoba denger trial albumnya dulu... or gw bisa beli single "Home" doang.

Kemudian muncul lagi DEEN dengan "Kono Mama Kimi Dake Wo Ubaisaritai" (gw waktu itu ga denger satu kali sehari langsung ga enak badan gitu deh), dan pada masa2 ini...sudahlah boro2 DT stock lagi. Kalau mau beli waktu itu best shot adalah ke W, tapi harus berhadapan dengan tumpukan DEEN yang penuh dengan tulisan2 Jepun, dan Mba2 yang ga ngerti.. Then how??

Andaikan gw bisa tahu sebelumnya apakah mereka punya barang ini apa ngga tanpa harus langsung menuju ke lokasi.

Jadi banyak aspek lain selain harga.

Sampai sekarang gw selalu meluangkan waktu untuk "Youtubing" untuk mendengarkan "Top of the World" by Carpenters (IMO Karen is a lady with prettiest smile). Gw punya albumnya...tapi ga praktis juga bawa2 dari Indo kemari. Mau ditaroh di mana di Singapur yang sempit ini. Kadang unbelievable... lagu dari jaman gw belum lahir... masih keren sampai sekarang.

Jadi Pak Menteri...how can you address my issues? Gw punya duid.. gw mau belanja, but i expect more fairness.. especially di dunia informasi seperti sekarang ini.
Failure to fulfill my demand, misalnya DVD masih terus2-an disensor, maafkan saja kalau saya berpaling ke sumber lain.
Anda pajak terlalu tinggi? Maaf saja bila saya berpaling ke sumber lain.
Anda tidak bisa menyediakan media tepat waktu? Maaf juga bila saya berpaling ke sumber lain.
Toh internet is an open world. Blok sana sini malah bikin tambah repot dan tidak menyelesaikan masalah. Anda sendiri yang mengatakan "mustahil" untuk memblok 100% situs pornografi.

Dan bagi gw ... NO ini bukan moral issue. Bahkan lebih mustahil ketika lu dipaksa untuk menuruti nilai2 yang memang tidak logis, tidak masuk akal, dan menuju ke pembodohan di era globalisasi seperti saat ini.

Adalah hasil pembajakan ketika gw pertama kali mendengar "Top of the World" nya Carpenters. Dan betapa kagetnya ortu gw ketika gw mengambil CD itu di toko musik. Bagaimana gw bisa tahu? Dua generasi mendengarkan lagu yang sama...

I would say... without piracy... so much thing will be lost. Masyarakat terpaksa tunduk kepada nilai2 yang disuapi secara paksa. Bagaimana bisa menilai sebuah film hanya dengan trailer sepanjang 15 detik? Bagaimana bisa memilih sebuah album hanya dengan 1 single? Gw beli komik harus invest dulu di No. 1 baru bisa menilai ini komik bagus apa kaga?
Nilai2 bisnis harus direvisi dengan nilai2 yang lebih adil terhadap konsumen.

Indonesia dengan pembajakan terbesar karena masalah harga? Please!
Gw hanya bisa melongo karena tiket Maroon 5 sold out hanya dalam waktu 2 jam. Sementara gw berharap bisa beli online. Tiketnya bukannya murah, 600 rb + bow. Padahal gw juga pingin liat Adam Levine dkk...:'(

Di sisi koin yang lain, bagaimana bisa berharap orang dengan gaji $6.25 (UMR kira2 segini lah... dan BANYAK orang di Indo hidup dengan UMR) sehari bisa afford CD dengan harga $30 sebiji (ref: CD Riyu Kosaka: Danzai No Hana)? Itu gaji seminggu. Masuk akal? Seminggu gaji habis untuk media?
Dan kalau orang tidak mampu.... kembali ke klausul awal.

Wednesday, August 10, 2011

Pos Indonesia, Antara Ada dan Tiada

Ngomong2 tanggal 8, di tanah air tercinta ada penerbitan joint issue Indonesia - Malaysia. Baru nyadar tadi jam 8 malam, dan langsung menengok ke sini (http://www.e-fila.com/jis-indonesia-malaysia-/322-fdc-jis-indonesia-malaysia.html), rasanya ini portal resmi untuk shopping2 di Pos Indonesia deh. Huff, masih tersisa 24 covers.

Gambar dipinjam dari sumber yang sama, secara pesanan masih harus menunggu dikirim ke rumah di Tangerang, terus harus diambil lagi...panjang ceritanya.

Sekarang jam 1:22 pagi udah ludes semua bo! Suer gw kaga beli sampai 24 biji! Gw memang beli ekstra 3 biji, rencananya untuk hadiah ke rekan2 kolektor sekantor di Malaysia.

Antara stok di e-fila yang sedikit, atau memang penerbitan perangko di Indonesia luar biasa sukses sehingga setiap kali penerbitan langsung ludes semua.

Tapi kalau begitu sukses kenapa Pos Indonesia mengeluh rugi?

Gw lebih curiga-tion ke opsi pertama. Karena kelihatannya sulit mengantisipasi pembelian di e-fila ini. Kadang cepat sold out-nya, kadang berbulan2 kaga sold-out juga.

Dan kalau boleh jujur, kalau ga bener2 terpaksa seperti saat ini, malas rasanya berbelanja di sana. Bukan apa... portalnya tak bersertifikasi (ga ada yang kaya gini: "Verified by Veri****"), transfer bank cuma lewat BNI yang notabene gw ga punya. Ya terpaksa credit card. Tapiiii..... kelihatannya informasi credit card gw disimpan karena gw harus "Awaiting Credit Card Validation".

So never ever pake credit card. Gw aja pake debit card untuk belanja di sini. Ya paling2 kalo dibobol habis jumlah tabungan jajan, tapi bukan tabungan primer. Harusnya transaksi langsung divalidasi, dan merchant tidak boleh menyimpan informasi kartu kredit! Seraaaam..... tapi ya... di Indo yang penting saling pengertian dan tepo seliro.. karena itu ga maju2..hiks.

Bagi gw pribadi, bukan tidak nasionalis, tapi sudah lewatlah mengumpulkan perangko Pos Indonesia. Paling beli2 hanya sebagai "syarat" saja, ya... yang penting ada sajalah.

Yang pertama adalah, gambar2-nya ... sorry to say.. plainly ugly. Gw kaga mengerti kenapa designer-nya kaga ganti2. Ngadain sayembara keq, hadiah kaga usah, toh designer cukup bangga kalau hasil karyanya jadi perangko nasional.

Gambar adalah no. 1 penting untuk urusan begini. Kolektor membeli perangko dengan harapan di kemudian hari nilai koleksinya bertambah alias kata pendeknya: investasi, bukan buat nyumbang. Ada tiga hal yang menentukan harga: antara langka, konsep, dan kemampuan dijual kembali di pasar sekunder.

Kalau lu liat gambarnya dan lu kaga ngerti ini perangko ngomong apa... sudahlah lewat saja. Dan sejujurnya gw banyak mengalami begini dengan perangko Indonesia. Gw dulu fans berat sama perangko flora dan fauna Indonesia, very good...(seri hari cinta puspa dan satwa, 90-an). Begitu keluar yang belakangan ini (Flora Fauna 2010)..OMG.. so ugly!
Sekarang udah generasi clean and sleek...tapi gambarnya serasa dilempar ke tahun 60-an.

Yang kedua adalah kredibilitas institusi Pos di Indonesia. Entah mirip atau tidak nasibnya seperti "the mighty who have fallen" : United States Postal Service, tapi Pos di Indonesia..yup merugi melulu.
Terus apa akibatnya? Jelas pengaruh otoritas Pos menjadi berkurang dan swasta merajalela. Analogi kembali: Tiki, JNE di Indonesia vs Fed Ex, UPS, dkk di US.

Kalau melihat di tanah air, taruhlah 5 tahun belakangan ini, adakah kita melihat ekspansi Pos Indonesia (buka cabang baru) ketimbang ekspansi Tiki dan JNE? Dan sejujurnya lagi.. di tanah air, kalau udah ada dua ini buka deket rumah gw, ngapain gw harus jauh2 ke kantor Pos?

Penyakit BUMN, keenakan menikmati monopoli, dan ketika dilempar ke persaingan bebas, menjadi ngos2-an mengejar dan akhirnya tertinggal. Contoh lain adalah Merpati (walaupun Garuda dulu sempat begini juga).

Ditambah lagi dengan gejala merosotnya jumlah surat pribadi. Karena itu Pos di seluruh dunia ramai2 merambah industri sekunder selain mengantar surat.

Padahal potensi duit dari sini lumayan sekali.
Ambil contoh SEA Games Indonesia yang kacau balau November 2011 nanti. Silahkan lihat kalender penerbitan perangko Indonesia, boro2 disebut. Oalaaah...padahal panitia SEA Games sampai mengemis2 duit dan mecatin karyawan (yang menurut kabar gajinya pun setingkat dengan makan daon).

Ok-lah kalo nerbitin gw juga curiga-tion jangan2 duit hasil keuntungan penjualan bukannya buat ngedanain SEA Games, tapi dipakai buat jalan2 ke laut di Kolombia sana...Ya tapi setidaknya usaha gethu looh...

Mungkin jauh perbandingan, tapi:
Ketika Singapur mengadakan Youth Olympic Games, semua juga dijualin. Singapore Post dengan perangko, dan Singapore Mint dengan koin dan kartu MRT.

London Olympic? 29 koin cabang olahraga 50p, 3 seri perangko, 14 seri covers with koin, 3 seri countdown koin (yang versi silverproof dan gold juga ada...), 2 seri "body" dan "soul" silverproof koin, entah apalagi... Sampe kempes dompet kalo ngikutin semuanya. Dan inipun olympic-nya masih taon depan.

Ketika banjir Australia, Australia Post juga nerbitin perangko dengan tujuan donasi (sumber).

Good governance adalah yang semua badan negara bisa bergerak sinkron dan dinamis. Kaga jalan sendiri2. Ya memang kalau menengok rumput tetangga memang selalu lebih hijau.

Tuesday, August 09, 2011

Areas of Historical Significance in Singapore


Seminggu setelah penerbitan perangko EDB, ada penerbitan perangko lagi? Yup... di hari kejepit (besok libur National Day) ini, terpaksa ga bisa cuti karena sibuk ketiban kerjaan orang...ya iseng2 beli perangko.

Di Singapur setiap national day selalu ada penerbitan perangko oleh Singapore Post, dan koin oleh Singapore Mint.
Koin-nya mayan mahal bo...silver proof gitu deh, dan secara bulan ini bokek... ya pembelian ditunda dulu deh.

Dan seperti biasa perangko Singapur kebanyakan bergaya sketch2 gitu... udah mulai bosen. Kali ini ceritanya mengajak untuk tidak melupakan sejarah, lengkapnya begini (dari leaflet):
"As our country continuosly evolved in developments - technologically, economically, as well as structurally in landscapes, let us not forget that admist all these efforts came a history behind it and the areas that settled the people behind the successes of our country."

Btw eniwei gw cuma nyalin, so "our country" di sini adalah "their country"...my country is still Indonesia, negara kepulauan yang selalu ke laut.

Yang menarik adalah ketika ngantri di kantor pos, ada satu kakek2 di depan beli setumpuk FDC. Di cap sendiri bo! Secara gw ngeliat semua cap-nya no. 49 (ingat2 bahwa no. 49 adalah branch number SingPost Center).
Bayar pake credit card! Gile ..maju banget kakek jaman sekarang...

Dan begitu sampe giliran kita2, ngobrol2 dikit sama mba yang jaga konter (udah mulai kenal..), dia bilang ada yang beli miniature sheet 200 biji! Ntar orangnya datang ngambil kayanya, jadi ready stock dia tinggal dikit.

200 biji! Ok, i have nothing against spending SGD400 on stamps, karena di bulan2 tertentu gw terkadang gw overshoot melebihi segitu. Tapi only on one item, miniature sheet lagi..! Ga kebayang deh...Mau dibuat jualan juga sepertinya hmm.. deh. Bisa gitu lu jual item kaya gitu sampe 200 biji.
Bukan apa, tapi miniature sheet dari national day 2009 aja masih available di vpost (toko online Singpost) dengan harga face-value: SGD2!

Gw awalnya juga senang dengan miniature sheet (basically apapun asal bukan perangko), tapi menyadari hal ini (otoritas pos bisa menjual dengan harga face value entah sampai kapan) gw shift ke FDC dengan miniature sheet secara cap hari pertama cukup terbatas sehingga nilai koleksi tetap ada.


Sebenarnya kembali lagi ke otoritas Pos. Umumnya pos di negara2 "mapan" punya waktu penarikan perangko, umumnya setahun atau entah kapan, tapi diumumkan (ex: Australia).

Singapur.. cukup aneh policy-nya (tetap menjual yang lama2). Tapi policy untuk FDC-nya ketat sekali, dan cukup beda karena berlaku ke belakang. Bisa dipesan di depan, tapi begitu lewat hari penerbitan, that's it...off market.

Australia misalnya, bisa dibeli mulai dari hari penerbitan hingga 30 hari ke depan. Begitu lewat 30 hari.. off market.

Great Britain juga begitu.. 30 hari kalo nda salah.

UN seperti contoh kemarin... 90 hari lalu off market.

Indonesia... huks jangan ditanya.... jual sampai stok habis (tapi umumnya habis stok..makanya aneh juga...bikin berapa sih..sampe bisa kehabisan).

Kembali lagi ke orang yang beli 200 miniature sheet. Pikir2 lagi mungkin juga dia beli untuk benar2 dipakai nge-pos! Misal dia punya banyak kiriman ke customer. Kalau begitu lumayan smart euy.

Ok lah jaman sekarang kirim2-an udah jarang. Tapi kalau lu memang terpaksa kirim2 barang, pakai perangko juga masih lumayan keren. Instead of only paying for the postage fee, you're also sending piece of your nation's culture away!

Mungkin....bagaimanapun gw cuma beli 3 biji miniature sheet.

Sunday, August 07, 2011

Is it 50 years already?

50th Anniversary of Human Space Flight by United Nations Postal Administration:


Baru diambil dari kantor pos Sabtu kemarin.

Tidak bisa berhenti terkagum2 bahwa dalam 50 tahun saja sudah begitu banyak perkembangan di luar angkasa. Dari mendarat di Bulan (yang mana ortu2 kita pasti masih ingat), hingga ISS saat ini. Thumbs up untuk orang2 ini, yang berani menginjakkan kaki di tempat yang tidak pernah tersentuh manusia sebelumnya.

Sekarang manusa sudah melihat jauh ke antariksa, berhipotesa ada air di Mars dan Enceladus, tahu bahwa ada super massive black hole di pusat galaksi....
Hanya dalam 50 tahun?! Masih wow!
Sekedar perbandingan, radio butuh sekitar 100 tahun sampai era handphone dimulai.

Gw pernah baca buku yang bilang kira2 begini: kalau mau ribut2 di Bumi, alangkah baiknya kita melihat ke angkasa dan menyadari betapa kecilnya Bumi ini.
Angkasa luar biasa luas. Star Trek Voyager yang terpental 70.000 tahun cahaya saja masih berada di Galaksi Milky Way. Dan di luar sana masih ada jutaan galaksi lainnya.

Soal perangko: ada perangko UN? Buat yang belum tahu (karena dulu saya pun kampung dan mengira palsu), UN adalah satu2-nya badan dunia yang bukan negara atau teritori yang boleh menerbitkan perangko.

Ada 3 kantor UN yang menerbitkan perangko: New York, Geneva, dan Vienna. Dan perangko UN hanya bisa digunakan untuk menge-pos surat di 3 kantor ini: UN Headquarter (New York), Palais des Nations (Geneva), dan Vienna International Center (Vienna).
Karena keterbatasan ini ga banyak orang yang menggunakan perangko UN untuk berpos2-an. Nilai sebenarnya lebih ke filateli dan mencari dana untuk UN.

Sebenarnya cara pengiriman dari amplopnya pun kelihatan kalau kurir posnya sebenarnya adalah USPS (United States Postal Service). Cuma biaya registered article-nya 0.00 saja.

Saturday, August 06, 2011

Me and My Big Mouth!

Singpost Center's branch number is 49!

FDC untuk 50 years EDB of Singapore, ditempel manual (makanya miring2, mata gw silinder boo..), dan di-cancel manual.

Karena hari itu cuti akibat inspeksi nyokap, maka sempet ke Chinatown Point branch, branch numbernya 14. Ini lagi2 ditempel dan di-cancel manual. Sempet berantem sama Mba2-nya karena gw minta cap di amplop, eh dia-nya bersikeras harus cap kena perangko.

Yawda, tapi malah keputus gitu deh...



Tapi tetep gw ada yang versi standar (cap cancel first day dengan No. 1, cap besi sendiri di mba2 loket lain...
Terus no. 1 itu branch mana? Punya hipotesis baru kalau No. 1 itu kantor pos pertama di Singapur, dan kalau begitu kemungkinan besar adalah Singapore Philatelic Museum.

Thursday, August 04, 2011

Teori Evolusi

Ini satu sebab mengapa orang beragama lebih baik ke laut. Dan yang dimaksud di sini adalah orang beragama nan norak karena ada juga orang beragama yang keren.

"Jadi lu percaya teori evolusi? Nenek moyang lu monyet dah... nenek moyang gw mah orang!"
Astaga naga gaban... orang ini dulu sekolah di mana yah? Pasti sekolahan-nya jelek, murahan, dan norak. Sori ya, ga kelas gaul sama yang begituan.

Perlu diakui di negara gw yang lagi2 perlu ke laut (karena negara kepulauan bo...), banyak orang yang mempertentangkan teori ini dengan agama. Bahkan ada yang terang2-an menolak belajar atau mengajarkan dengan dalih agama.

Padahal apakah cerita teori evolusi adalah tentang manusia dari monyet melulu? Itulah akibat mendengarkan kata pemuka2 agama yang mungkin malas belajar (makanya sekarang jadi pemuka agama instead of ilmuwan).

Satu kesalahan yang fatal adalah kata "percaya" teori evolusi. Nope, teori bukanlah tentang kepercayaan, tapi mengenai kesimpulan dari proses penarikan hipotesis dan eksperimen yang berulang2. Hasil eksperimen apa, ya hasil kesimpulannya apa, dan kemudian teori ya apa.

Jadi bisa salah? Tentu saja. Bisa revisi? Sudah pasti tentu. Dan lagi sebuah teori punya lingkup tertentu dan bisa saja tidak berlaku universal.

Bolehlah kita ambil contoh teori gerak Newton. Beragama atau tidak, 99% orang di permukaan Bumi percaya teori ini. Kalau tidak silahkan loncat dari puncak Burj Khalifa di Dubai, kita rame2 hitung kapan nubruk tanah.
Kenapa? Karena teori ini bisa memprediksi 99% gerak di permukaan Bumi. Bahkan orang bisa ke bulan hanya dengan kalkulasi Newton.

Tapi mengenai gerak yang mendekati kecepatan cahaya? Hmm wait a minute. It doesn't work! Perlu revisi! Maka datanglah relativitas Einstein.
Eksperimen2... ternyata oooh betul juga Einstein walaupun kedengarannya mustahil pada awalnya (mengenai dilatasi waktu).

Maka kemudian pemahaman kita mengenai dunia menjadi selangkah lebih luas. Oh ternyata begitu.
Beda cerita dengan kitab suci, yang kalau direvisi rame2 dirajam.

Kembali ke teori evolusi. Apa sih cerita dari teori ini? Oh ada mutasi, ada seleksi alam, dan ada evolusi.

Benar atau tidak tentu harus dibuktikan dan dalam hal ini dilakukan observasi.

Orang norak berkata: "Coba sekarang ada ga spesies baru, misalnya kucing berubah jadi apa gitu.."
Sudah tentu kucing sulit berubah, karena kucing merupakan organisme kompleks. Walaupun ada loh. Dan ditambah lagi mutasi pada organisme kompleks umumnya berakibat fatal.

Tapi coba yuk lihat ke organisme kecil yang lebih gampang berubah.

Virus HIV yang terkenal dengan laju mutasi yang tercepat yang pernah diketahui manusia (jutaan kali dibandingkan mutasi manusia). Dan pernah diketemukan simptom yang sama pada monyet (makanya dinamakan SIV). Dengan berpindah inang, ini merupakan mutasi yang cukup keren.

Dengue punya beberapa varian.

Antibiotik mulai kehilangan efektivitas untuk bakteri seperti bakteri TBC dan gonorrhea. Dokter sekarang terpaksa mengkombinasikan lebih dari satu jenis antibiotik untuk penyakit2 ini.

Malaria yang disebabkan organisme bersel satu juga mulai imun terhadap obat2-an.

Apakah Tuhan mendadak mengayunkan tongkat sihir dan mendadak semua ini terjadi? Lebih baik ke laut.

Ada mekanisme di belakang semua ini. Ada proses yang terjadi. Semua yang terjadi di atas, terjadi dalam beberapa puluh tahun terakhir ini, kalau mau diobservasi ribuan bahkan jutaan tahun? Yakin semuanya statik dari sejak saat "penciptaan"?