Tuh kan ribut deh soal ILGA Asia.
OOT: Semenjak menginstall Firefox versi Indonesia di tab terbaru selalu muncul update news dari Okezone. Cool! Jadi ga ketinggalan deh gosip2 terkini dari tanah air.
Mungkin kritik bagi penyelenggara, aduh kalian itu koq lebay sekali. Kenapa pilih tempat penyelenggaraan di Surabaya? Yang jelas2 kalian tahu kulturnya tidak memungkinkan. Oke-lah walaupun hukum, HAM, dan tetek bengeknya membenarkan, tapi yang terjadi adalah kalian akan mengadu domba kepolisian dan elemen2 masyarakat.
Terus bagaimana ke depannya? Enak? Toh kalian menyadari betul ada LGBT yang menetap di Surabaya. Tamu undangan datang seminggu dan pulang, yang penduduk tetap? Enak interaksinya dengan warga setempat? Mungkin di masa yang akan datang polisi pun bakal ngedumel kalau kalian menyelenggarakan acara.
Yang ditakutkan adalah dari kekisruhan ini akan muncul fobia2 LGBT baru, yang akan berdampak panjang ke masa yang akan datang.
Apa yang dicari? Hak? Kalau penyelenggaraannya kisruh, kalian yakin ada yang mau mendengarkan deklarasinya? Rasanya yang paling dibutuhkan LGBT adalah integrasi dengan keluarga dan masyarakat, bukan sebaliknya.
Kalian punya sejuta pekerjaan rumah ketimbang mempermasalahkan hak.
Coba ubah dulu stereotip masyarakat tentang waria. Bahwa waria itu tidak semuanya hanya penjaja jasa seks di pinggir jalan, kapster salon, ahli rias, dll. Ada lho waria yang bersekolah tinggi, bekerja sebagai profesional, pengusaha, dll. Seperti contoh ini.
Coba ubah pandangan masyarakat bahwa gay(lesbian included) itu tidak selalu alay, mabuk dengan kebebasan seks, bahasanya harus diterjemahkan dengan kamus gaul Debby Sahertian, gaya bahasanya pake lenggak lenggok, tukang godain cowo straight dengan ucapan paling terkenal: "Iih..lucu deh kamu...(sambil menoel)", dll. Tunjukin dong kalau ada gay yang bisa stay dalam monogamous relationship, ada gay yang anak motor, dll.
Sebagai organisasi sosial seharusnya GAYa Nusantara sadar akan hal-hal tersebut, instead of langsung dan secara sadar main kasar seperti penyelenggaraan kongres ILGA ini.
Dan perlu disadari tidak semua daerah seperti Surabaya, lalu kenapa pilih Surabaya? Sama halnya dengan memilih Aceh, bunuh diri.
Mungkin perlu dicoba Jakarta, Q! Film Festival ok2 saja koq. Atau Bali...atau mungkin ga perlu kali ya di Indonesia. Apa sih yang mau ditunjukkan dari Indonesia sebagai host acara ini? Sama koq kasusnya dengan PSSI ingin jadi host Piala Dunia: belum saatnya.
Kalau LGBT Indonesia keren, kalau kalian peduli dan mau saling membantu anggota kalian yang paling lemah (bisa lewat advokasi, beasiswa silang, penggalangan trust fund abadi, career network, dll), kalian akan punya banyak pilihan! Dan orang lain pun akan terpaksa mengakui!
Contoh di Singapura yang gay terang2-an dilarang dengan Penal Code 377A:
"..and half of it was focus on the Professor Kerry Sieh, who was approached by NTU to be the founding director of the Earth Observatory of Singapore ($287 million, supported by our government).
The newspaper reported that the first question Prof Sieh asked NTU (when he was approached for the post) was whether or not he can bring his boyfriend here. NTU said no problem."
Dan untuk orang2 yang menolak. Hanya mau share saja. Bagi gw daripada sibuk membenci, mengutuk, mengkhawatirkan kalau Tuhan bakal mengirim hujan api, dll. Lebih penting saat ini adalah sama2 mendukung satu dan lainnya untuk memajukan Indonesia. Maksimalkan potensi setiap penduduk Indonesia supaya bisa bersaing di tingkat dunia. Bagaimana orang bisa maju kalau ditolak di keluarga dan masyarakat?
Dan LGBT juga harus begitu. Tunjukin dong: "Gw waria.. kalau cewe biasa cuma kuliah S1, gw harus PhD!" Itu dikasih jempol tangan dan kaki dah! Dan kalian akan menyadari bahwa dunia terbuka untuk kalian. Indonesia menolak? Yang rugi Indonesia sendiri.