Friday, October 19, 2012

Dekriminalisasi Narkoba

Sebenarnya ini adalah topik yang menarik.

Ketika kecil gw diajarkan bahwa narkoba adalah benda yang sangat berbahaya. Jangan coba2 menyentuh. Terus digambarkan bagaimana efek buruk dari narkoba, dll, dan dst. Jaman kecil dulu narkoba yang populer dicontohkan adalah heroin dan ganja, bukan yang nge-trend sintetis seperti saat ini: shabu2 dan ekstasi.

Saat ini, wah sepertinya nge-trend sekali pemakaian narkoba. Mulai dari artis, ayah artis, anak band, anggota DP*, PNS, pilot (yang ini gw agak serem), dan baru2 ini hakim pengadilan.
Kalau tidak pakai rasa2-nya agak kurang gaoul gimana gitu.

Pertanyaan mendasar adalah: ngapain saja dunia dari jaman gw kecil hingga saat ini? Apakah dunia menjadi lebih baik dalam hal narkoba? Ataukah menjadi lebih buruk?

Hal yang paling signifikan terasa saat ini adalah penjara yang kelebihan muatan di mana2, yang mana sebagian (bisa dikatakan besar) populasi penghuninya datang dari "kejahatan" narkoba.
Contoh dari statistik penjara Singapura: 6.061 dari 10.028 (60%) penghuninya tergolong dalam "Drug Offences".
Untuk Indonesia sendiri diberitakan bahwa penjara Kerobokan Bali (tempat kos sementara Corby) dibuat dengan kapasitas 400 orang, namun sekarang dihuni 1000 orang (sumber). Mayoritas penghuninya: drug smugglers.
Hukum saat ini dibuat sehingga apabila orang memiliki narkoba dengan jumlah mikroskopik sekalipun, hukumannya berat dan bisa dipenjara bertahun2.

Kembali ke pertanyaan di atas: apakah hukum yang berat efektif membuat keadaan menjadi baik atau buruk?

Teringat opini dari berita berikut: "Global war on drugs 'has failed' say former leaders" dari BBC. Dikutip dari berita tsb:
"
The Global Commission's 24-page report argues that anti-drug policy has failed by fuelling organised crime, costing taxpayers millions of dollars and causing thousands of deaths.
It cites UN estimates that opiate use increased 35% worldwide from 1998 to 2008, cocaine by 27%, and cannabis by 8.5%."

Wah meningkat terus... ada apa ini? Dan salah satu dari 'former leaders' di atas adalah salah satu tokoh cukup bonafide: Kofi Annan.
Kofi Annan sekarang aktif menyuarakan dekriminalisasi narkoba, ada apa ini? Apakah sudah gila? Ataukah memang ada sesuatu yang salah selama ini?

Dikutip dari berita hari ini:
"
Annan served last year on a global commission headed by former Brazilian president Fernando Henrique Cardoso that recommended decriminalisation of drugs. He reiterated on Thursday that drug laws "have not worked".
"We have applied them (the laws) for decades. It's got the prisons filled with lots of young people who sometimes come out destroyed for having an ounce, or whatever," he said.
"We should approach it through education, health issues, rather than a brutal reaction," he said."

Satu kalimat yang membuat gw tersentak: "It's got the prisons filled with lots of young people who sometimes come out destroyed for having an ounce, or whatever,"
Apakah hukum kita menghancurkan hidup instead of merehabilitasi?

Drug offence adalah perbuatan yang sangat hina sekarang. Bahkan ada yang mengatakan "Drug users are the new gays". Sekali terjerat, dampaknya sulit hilang. Anda bisa sulit melanjutkan studi, mencari pekerjaan, visa anda untuk keluar negeri bisa ditolak, dan bahkan boro2 untuk meng-apply Permanent Residency bahkan citizenship di negara lain.

Apakah ini sebanding dengan kepemilikan narkoba yang kadang2 secuil? Kalau yang berkilo2 biarlah.

Menarik untuk menyimak bagaimana kondisi Portugal, negara yang sepuluh tahun lalu men-dekriminalisasi narkoba. Dikutip dari sumber berikut:
"In 2001, Portuguese leaders, flailing about and desperate for change, took an unlikely gamble: they passed a law that made Portugal the first country to fully decriminalize personal drug use."
....
" In most respects, the law seems to have worked: serious drug use is down significantly, particularly among young people; the burden on the criminal-justice system has eased; the number of people seeking treatment has grown; and the rates of drug-related deaths and cases of infectious diseases have fallen."

Dan saat ini negara2 yang sudah "capek" memerangi kartel narkoba seperti Guatemala mulai menilik opsi dekriminalisasi ini.

Ada satu lagi hal yang menarik yang terkadang gw tanyakan kepada diri sendiri. Mengapa harus narkoba? Di keseharian banyak sekali penyalahgunaan obat2-an, tapi mengapa yang dihukum harus narkoba? Contoh: Tidak bisa ereksi tinggal beli viagra, cialis, levitra, yang banyak dijual di emperan Glodok-Hayam Wuruk. Ada orang yang merokok berpak2 sehari yang lebih beracun dari narkoba tapi tidak ditangkap. Bodybuilder yang menggunakan steroid (bahkan Arnold dan Stallone pun ngaku). Orang2 yang membeli antibiotik di toko2 obat tanpa resep dan dijual seperti permen.

Apa intinya? People abuse what they can abuse. Ini sepertinya sudah kodrat alamiah. But why narcotics?
Apakah sudah ditempatkan pada posisi yang tepat? Narkotik-nya yang tepat dipersalahkan, ataukah perbuatan yang jahat yang timbul dari penggunaan narkotik?

Contoh:
Dua orang merokok. Satu merokok ganja, satu merokok tembakau. Dua2-nya sehabis merokok tidak ngapa2-in atau melakukan kejahatan. Di bawah hukum sekarang, yang merokok ganja ditangkap dan dipenjara. Kenapa yang ditangkap yang merokok ganja?

Lain cerita kalau sehabis merokok lalu memperkosa dan merampok. Tapi kalau yang ini tidak ada jaminan habis merokok ganja lalu memperkosa dan merampok kan? Perokok tembakau juga bisa. Non perokok pun bisa.

Intinya adalah basis kejahatan adalah memperkosa dan merampok yang harus dihukum. Hukuman merokok ganja koq rasanya hanya sebagai "antisipasi" yang rasa2-nya kurang tepat. Mirip seperti film "Minority Report", orang dihukum sebelum perbuatan dilakukan.

Bagaimana kalau kecanduan? Bukankah masa depan hilang?
Pertanyaan yang sama gw tanyakan kepada rokok. Bagaimana kalau kecanduan? Bukankah masa depan hilang juga?
Bagaimana kalau kecanduan viagra? Bukankah masa depan hilang juga?
Bagaimana kalau kecanduan steroid? Bukankah masa depan hilang juga?
Bagaimana kalau kecanduan internet? Bukankah masa depan hilang juga?
Bagaimana kalau kecanduan pornografi? Bukankah masa depan hilang juga?
Yang namanya kecanduan itu dimana2 efeknya buruk.

Transaksi narkoba di Indonesia mencapai 42,8 triliun per tahun (sumber). Ini duit dan bukan daun, dan lebih dari separuh pembiayaan monorail Jakarta (minta sekitar 60 triliun-an) yang sampai sekarang ga jadi2. Dan sepeser pun uang ini tidak masuk ke kocek pemerintah, lalu lari ke preman dan kartel2 narkoba.
Di sisi lain, pemerintah (baca: masyarakat) menanggung beban sosial seperti pembiayaan penjara, rumah sakit, aparat penegak hukum, dll. Masyarakat tidak dapat duitnya, malah dapat tahi-nya.

Nyawa hilang dan masa depan hancur dimana2. Hal ini membuat gw bertanya2. Lebih dari 50 tahun kita hidup dengan hukum yang begini, apakah sudah saatnya kita berubah ke paradigma baru? Ataukah terus keras kepala?

Menarik bukan?

Tuesday, October 16, 2012

Sudah Jangan Sekolah Saja!

Di peradaban maju nan modern saat ini, bisa2-nya Diknas Indonesia mengusulkan untuk mengeluarkan pelajaran IPA, IPS dan Bahasa Inggris dari pendidikan dasar (sumber).

Apa?!?

Pada saat kuliah (dan sebenarnya hingga hari ini) gw terkadang merasa geli2 jika ada teman yang tidak bisa berbahasa Inggris dengan baik. Aduh mak... gimana mau baca paper atau buku berbahasa Inggris?
Bukan apa.. agak miris... a bit too village gitu... dan gw koq bisa punya teman seperti itu. Memang bahasa England tidak usah perfect2 amat, tapi ya mbo bisa level setidaknya intermediate gitu loh.

Ya sudah, kata orang teman tidak usah pilih2.

Tapi ini generasi mendatang ya bo. Masa tidak diajari bahasa Inggris sedari dini. Sekali lagi mau jadi apa... mau jadi apa jika sudah besar... ooh! Jadi TKI pun, walaupun akhirnya disetrika, dipancung, digantung, disiram air panas, juga perlu bahasa Inggris (setidaknya bo... membantu sekali)!

Geleng2 kepala dengan orang yang duduk di Diknas.

Sudah seperti itu, Si Menteri malah berbicara seperti ini (sumber):

"Soalnya ada yang sengaja, kadang-kadang ada yang sama-sama senang, mengaku diperkosa," kata Mendikbud, M Nuh.
(mengenai siswi korban pemerkosaan yang dikeluarkan dari sekolah)

Astaga Bapaaaak.........suudzon lv 999!

Sekalipun senang sama senang Bapak... pendidikan adalah hak seluruh anak bangsa. Apakah semua orang malaikat yang tidak pernah berbuat salah?

Memang kementrian ini lucu. Satu saat berbicara pendidikan seks jangan masuk sekolah (sumber). Bisa muncul sendiri dan tumbuh secara alamiah katanya. Ya tentu saja bisa Pak, melalui sumber2 tidak jelas seperti internet, ponsel, dan LKS Miyabi. Jadinya ya perilaku2 norak itu-lah.

Sudahlah tidak usah bergantung pada pemerintah soal sekolah. Siap2 masuk swasta saja. Atau sekalian ke luar negeri. Lebih bagus.

Wednesday, October 10, 2012

Pluralisme...

Di kala benci2-nya orang di tanah air mengenai pluralisme, gw teringat seorang Pendeta yang cukup terkenal pernah memberikan khotbah berdasarkan cerita berikut (gw ga ke gereja, tapi nonton di youtube en lupa link-nya. Tapi ceritanya kira2 seperti link itu):

Ada seorang ibu di Korea yang melahirkan di malam hari di tengah musim salju. Dengan kondisi yang demikian dingin, dia melepas baju dan membungkuskan bajunya ke si bayi. Keesokan harinya si ibu sudah tiada dan bayi ditemukan oleh sepasang misionaris.

Setelah menceritakan cerita yang membuat orang berurai air mata, kemudian Pendeta meneruskan khotbah yang menceritakan bahwa dia juga belajar mengenai kasih dari si Ibu. Dan jelas kemudian di-kait2-kan dengan bagaimana Yesus mati untuk dosa2 manusia.

Sedikit tergelitik gw sangat ingin bertanya kepada si Pendeta. Bagaimana keadaan si Ibu setelah meninggal kedinginan? Apakah dia masuk surga atau neraka? Tentu saja dengan berasumsi bahwa si Ibu tidak beragama Kristen (kalau ngga ngapain misionaris ke Korea?).

Hati2 karena ini adalah pertanyaan yang sangat menjebak. Konsep surga dan neraka adalah fondasi dari agama. Percuma berletih2 beragama jika tidak ingin ke surga atau takut akan neraka.

Hanya ada dua jawaban: si Ibu pergi ke surga, atau si Ibu pergi ke neraka. Di agama tidak ada jalan tengah.

Jika menjawab si Ibu pergi ke surga, hancurlah teologi Kristen (setidaknya yang populer). Ayat yang paling ampuh digunakan dalam misionaris adalah:
"Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6 TB-LAI).
Harus ada sesuatu yang "spesial" dalam iman Kristen yang menjanjikan keselamatan, yaitu percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat. Jika tidak begitu, semua orang bisa saja percaya kepada batu, pohon, atau film bokep misalnya, dan kemudian masuk surga. No..no..no...orang Kristen tidak mau begitu. Surga jadi kurang elite.
Jawaban iya pun akan menggambarkan bahwa perbuatan, bukan iman, yang mengantarkan orang ke surga. Lagi2 teologi Kristen kurang suka akan hal ini.

Jika menjawab si Ibu pergi ke neraka. Pertanyaannya adalah Tuhan macam apakah itu? Bahwa dengan kasih yang begitu besarnya hingga mengorbankan nyawanya, lalu tidak ke surga dan masuk neraka? What the hell...
 
Apakah jawaban dari pertanyaan ini?