Friday, July 30, 2010

Menggugat Cerita Malin Kundang

Entah kenapa rasanya eneg melihat cerita ini sekarang. Termasuk di dalamnya cerita2 durhaka lah dikutuk keq dan teman2-nya. Mungkin perlu ditanya Malin kamu makan apa dari kecil? Naif sekali kalau rasa2nya kamu hanya silau karena harta dan wanita. Dan kalau (dalam hal ini) Tuhan membabi buta mengabulkan kutukan sang Ibu, mungkin surgaNya yang diletakkan di bawah kaki sang Ibu bukan tempat yang patut dijadikan tujuan akhir.

Mungkinkah Malin tahu kalau ibunya tidak akan setuju semisal dia menikah dengan wanita yang bukan keturunan Cina Minang? Daripada istrinya dicaci maki karena masalah fisik yah lebih baik tidak bertemu?

Mungkin Malin ingin bebas dari jeratan sang Ibu. Mungkin sedari kecil hidup Malin selalu didikte, dia harus begini lah, nilainya kurang bagus-lah, tidak seperti anak tetangga yang ikut Olimpiade Fisika, Matematika-lah, dll. Mungkin bagi Malin di mata ibunya dia bukan dirinya sendiri, terlebih dia tidak menghargai dirinya sendiri karena pandangan sang Ibu.
Sang Ibu biasanya berkata: "Aaah ini kan contoh2 yang baik... apa salahnya saya menginginkan anak saya menjadi baik dan lebih baik?"
Tapi bagi Malin sang Ibu adalah manusia yang luar biasa rakus. Setiap kali dia membawa pulang hasil selalu dibandingkan dengan si "itu" dan "ini" yang punya hasil lebih baik. Terlebih dia harus menjaga semangat dan hatinya dari kata2 sang Ibu: "Koq jelek sih? Koq kamu tidak bisa seperti si itu?" atau "Masa hasil kamu hanya segini?" atau "Ga pernah ada loh di keluarga kita yang sejelek kamu". Sang Ibu tidak tahu, tapi bagi Malin kata2 itu sakit, sekuat apapun dia membentengi dirinya sendiri.

Mungkin Malin punya mimpi yang diremehkan sang Ibu, karena mimpinya tidak cukup baik seperti standar sang Ibu. Sang Ibu berkata: "Aduh kalau kamu jadi seperti itu, mau makan apa, lebih baik kamu jadi seperti ini."
Dan Malin bertanya2 robotkah saya? Kemana mimpi2 masa kecilnya, ketika semua orang mengatakan bahwa Malin bisa menjadi apapun yang dia inginkan? Apakah semua ini bohong? Dan kalaupun benar bohong, ini adalah kebohongan yang paling keji.

Mungkin Malin menemukan penghargaan dirinya di depan istrinya. Mungkin kali ini dia menemukan kehidupan dan martabat yang lebih baik dimana dia bisa jauh dari sang Ibu, dan mulai menyusun kehidupannya sendiri.
Kehidupan barunya jelas masih rapuh, dan dia hanya takut ibunya akan datang dan menginjak2 semuanya hingga remuk.

Sang Ibu memang berniat baik, dia ingin anaknya menikah dengan wanita baik2, punya pendidikan yang baik, dan berakhir di karir yang baik. Tapi apakah semua niatan baik itu berakhir baik pula?

Namun siapakah yang bisa menjawab pertanyaan2 ini? Onggokan batu di pantai Air Manis pasti akan diam, ombak, karang dan rerumputan pun pasti akan diam seperti lagu Ebiet.
Cerita Malin Kundang terus beredar, propaganda serupa pun terus disuarakan melalui film, sinetron, cerita, dll. Anak yang memasukkan orang tuanya ke panti jompo di-ilustrasikan sebagai anak yang keji.
Tapi gugatan ini kusimpan dan akan kutanyakan kepada Tuhan.