Alkisah di sebuah negeri yang mayoritas makanannya pake kecap (kalo ngga..kurang berasa) jelas ada persaingan di industri kecap.
Timelinenya jelas satu orang pencipta kecap, jelas pertama kali mungkin entah karena kecelakaan, atau benar2 riset, mungkin untuk kebutuhan rumahan sendiri. Lalu mungkin di share dengan tetangga, hingga pelan2 muncul strukturisasi.
Siapa pencipta kecap? Mohon maaf tidak tahu..karena kecap sudah jadi barang sehari2.
Apa strukturnya? Yang paling simpel adalah: resep. Yup ini sebenarnya adalah dokumentasi untuk menjamin kualitas untuk proses produksi di masa mendatang. Tapi kalau kau seorang pakar, maka kau akan tahu bahwa tidak ada resep yang sempurna. Coba liat nenek2 masak, semua maen lempar masuk bleh...kira2 katanya....lebih sedap..dan memang lebih indah karena dapur seperti rumah nenek sihir ketimbang lab kimia.
Mulai dari kemunculan pabrik kecap pertama. Ya sudah ada kecap, dunia kuliner ya ikut berubah donk..improvement namanya.
Kemudian entah ada karyawan yang mantan karyawan pabrik kecap, atau ada orang yang merekayasa balik dari kecap jadi, yang jelas muncul turunan resep dan muncul pabrik kecap kedua. Resep jelas antara memang beda atau dibeda2in dikit biar ngga ketangkep hak cipta. Akal2an dikit lah.
Orang bikin pabrik bukan orang goblok (orang goblok jadi karyawan pabrik), jelas dia mikir. Pasti ada target pasar yang dituju: antara pengguna kecap sekarang yang tidak puas (jelas harus ada kepercayaan bahwa resep baru merupakan improvement dari resep yang sudah ada), atau target pasar baru yang sama sekali belum terjamah.
Well seirama dengan teori evolusi, jelas pendirian pabrik kecap di suatu masa pasti belajar dari kekurangan atau bahkan kegagalan pabrik kecap sebelumnya. Dan di suatu masa jelas mungkin ada lebih dari satu pabrik kecap yang eksis.
Dari satu sisi untuk menghindari monopoli atau bahkan dictatorship si pemilik pabrik kecap. Di sisi lain sebenarnya untuk mendistribusikan pengetahuan dalam bentuk resep itu sendiri. Ada varian memang. Tapi dalam biologi, ekosistem yang terdiri dari spesies tunggal sangat sangat sangat rawan ambruk. Karena itu pertanian monokultural sekarang ya butuh pupuk dan pestisida.
Intinya ketika pengetahuan dimiliki atau dikuasai satu pihak...rawan mutasi dan bahkan punah.
Singkat cerita di negeri norak ini pemerintahannya mengakui tujuh pabrik kecap sebagai "kecap resmi yang diakui negara". Kenapa tujuh? Biar tidak terlalu nyerempet, 5..6.. so last year. Negeri ini mayoritas penduduknya sebenarnya pengguna kecap terkini, karena tahun berdirinya pabrik sekitar 1 abad dari pabrik kecap sebelumnya. Loh cuma ada tujuh? Ya ada kecap2 impor yang kuantitasnya kecil2 tapi underground istilah nya. Karena kalau terlalu upper ground, masuk penjara...Rasanya lupa2 inget ada kecap merek "Lia..." masuk penjara. Merek persisnya lupa, udah mulai tua.
Pokoknya biar aman pilih satu dari tujuh deh..
Supaya ada pelajaran bisnis dan lucu...mari asumsikan pabrik kecap yang menyatakan dirinya nomor satu...pabrik kecap yang terbaru. Memang ditelaah komponen ingredients nya lebih banyak dari kecap sebelumnya, jadi memang cakupannya lebih luas. Seabad gitu loh..jelas belajar dong, ditambah sembilan abad siluman ular putih sudah bisa menjelma jadi manusia.
Satu fakta lagi adalah di tahun-tahun awal peluncuran kecap terbaru itu memang sukses besar, sangat besar bahkan...dan bertahan cukup lama...golden age istilahnya.
Tapi yang namanya age, walaupun golden...tidak bertahan lama. Ya itu kenyataannya lah...mana ada sesuatu golden melulu. Presiden aja lima tahun pemilu ulang.
Sesuatu yang wajar bahwa kesuksesan itu naik turun.
Gw, juga pengguna kecap..pecandu bahkan. Ya gw punya pilihan kecap favorit...tapi sebenarnya lebih suka kalau ga ditanya ga disebut deh. Bukan apa..tapi serius muka gila lu...kecap dibanggain. Sori ya...kalaupun ada yang gw banggakan adalah masakan. Apa sih yang mau dibanggakan dari kecap? Itu barang pabrikan.
Kembali ke klaim kecap nomor satu tadi. Ada alasan mengapa klaim superlative dihindari oleh industri periklanan. Mari sebut contoh alasan: rawan penyesatan (karena data hanya bisa didapatkan seluas ruang observasi), dan sangat sulit untuk menjaga kesuksesan implementasi. Lah kenapa kesuksesan implementasi harus dijaga juga? Ya karena klaimnya superlative. Sukses harus ada ukuran metrik supaya bisa dijual. Ini adalah konsep dasar dibalik.....proposal cari sponsor buat acara kampus.
Ketika satu kecap mengaku paling sempurna, paling cocok dalam segala jenis masakan, bila dijadikan hukum maka wilayahnya pasti jadi golden age....
Bukan tidak boleh...hati-hati terjebak. Ada satu kondisi yang berbeda: kompleksitas dunia kuliner dari satu jaman ke jaman lainnya. No choice, hukum termodinamika juga. Entropi terus bertambah...memang bisa di-drop...tapi menjadi black hole.
Harus dapat dimengerti bahwa tidak lazim di dunia saat ini ada orang yang mengkonsumsi kecap dalam bentuk aslinya. Kecap hanya bisa dimengerti dalam bentuk implementasinya yaitu masakan.
Klaim superlative adalah senjata dua sisi. Satu sisi memang marketing yang efektif, sisi lainnya adalah lawakan bagi orang yang mengerti jika klaim itu adalah pepesan kosong atau strategimu mungkin bisa dicuri oleh pihak lain. Well..setiap orang pasti iri hati dengan pihak yang nomor satu.
Bertambah masalah ketika klaim superlative meluas ke lingkup implementasi. Yang sulit dari ini adalah kau akan sibuk sekali mencari bentuk implementasi yang sedetail-detailnya untuk banyak sekali subjek. Bagus jika semua pencarian selaras, nah kalau konflik atau tabrakan? Akan terlalu sibuk, tidak ekonomis sebenarnya. Pertanyaan paling sering mencuat dari kompetitor adalah: muke gile lu..hal sepele kaya begituan lu urusin.
Tambah parah lagi ketika tiba2 kata "kecap" diklaim hak cipta oleh salah satu pabrik. Well..gw sih ketawa terpingkal-pingkal. Ok kasihan memang bagi yang pontang-panting. Tapi ini lawakan yang paling badut. Ada satu sebab yang paling utama mengapa sesuatu yang klasik sebaiknya tidak dimiliki, namun dimainkan ulang....karena klasik bukan klaim, tapi pengakuan. Bagaiman mau golden age jika kau tidak mau membagi hartamu. Dan darimanakah emas-mu tercipta? Dari ledakan...kalau mau humor..dari toilet...kalau mau serius...dari supernova. Seumur hidup kau kumpulkan emas, simpan di brankas, coba kau bandingkan dengan supernova...betapa super duper kecilnya jumlah emasmu. Emas tidak dimiliki, hanya diakui kepemilikannya....karena emas itu klasik.
Karena itu superlative itu biasanya dianugerahkan daripada ngaku sendiri. Contoh kecap....darimana pembuktian sebuah anugerah? Brands Top Award misalnya. Dari masakan...karena tidak lazim orang minum kecap, mungkin belum saatnya.
Percaya atau tidak? Coba ambil satu brand kecap dan analisa.
Gw, terlahir sebagai orang super pesimis, sebenarnya cukup senang dengan pilihan kecap yang sekarang. Karena dalam pengertian gw sendiri adalah kecap underdog.
So ketika dibilang, eh label botol kecap lu itu tulisan manusia, direkayasa, ada XX ribu inkonsistensi, bukan orisinil dari pendiri pabrik kecap, pendiri pabrik kecap itu juga buntutnya masuk penjara dan dihukum mati...mana ada pendiri pabrik kecap dapet hukuman berat begitu, ga mentereng amat, dll..dst.
Karena gw memang ga jualan kecap, ya gw ok ok aja. Ya memang begitu toh keadaannya. Ada beberapa teman yang sampai kaget...ya lu sebut kejelekan kecap yang gw pake...jelas gw udah tau duluan ya, bisa gw tambahin lebih banyak lagi bahkan, kalau belum cukup.
Dengan mengakui kecilnya lingkup yang harus diakui, semakin bebas dari jebakan lingkup pembuktian pengakuan. Kalau ga jelas kegunaannya juga males sebutin merek kecap yang gw pake saat ini. Kata orang bijak: rahasia dapur.
Dan jangan terjebak dengan pengakuan atau tidak adanya pengakuan. Intinya hanya satu kata: pengertian.
Dunia ini kiri kanan atas bawah tidak jelas. Orang yang terlalu sukses, dia bisa menjadi tirani atau menjalankan sistem yang buruk. Ada orang yang hidup biasa2 saja tapi ya biasa2 saja. Ada orang yang dipenjara karena dia melawan tirani, dan ada orang yang dihukum mati walaupun tidak bersalah...ada istilah: genosida dan bom atom.
Ada orang yang sudah terlalu sukses, lalu menghindar melakukan amal (orang sukses...pengertiannya pasti tidak lazim). Ada orang yang tahu bahayanya fanatisme pabrik kecap, lalu memilih mengajar cara memasak.
Ada orang yang ingin memasak kuliner maha enak. Ya untuk hal ini...dia jelas harus melakukan eksperimen sendiri, belajar dari koki lain, makan di restoran lain, dll. Semakin dalam pengetahuan tentang masakan, coba tanyakan ini: seberapa berartikah klaim kecap? Iklan hanyalah untuk menarik orang yang tidak mengerti. Pada akhirnya hanya dirimu yang mengerti mengapa tanganmu memilih botol kecap itu di rak supermarket.
Kuliner maha enak? Ah setelah keliling dunia, mungkin akhirnya masakan enyak juga...atau ketika kau sangat lapar, apapun maha enak. Atau kau melihat wajah2 sangat menikmati, ketika kau bagi2kan makanan untuk orang kelaparan.
Maha enak....itu superlative...dan besar kemungkinan hanya setitik ingatan.
Pada akhirnya kecap apa yang paling super? Menurut gw sih mulai dari lingkup diri sendiri...kecap yang membuatmu bahagia. Lingkup lebih luas..yang menyatukan sekelompok orang dalam kebahagiaan. Karena setiap orang suka makan, dan entah kenapa makan rame2 itu membahagiakan. Jika sudah bahagia mengapa tidak mencoba membagi dengan yang lain? Membagi kecap? Ah..tidak semua orang memasak dan bisa memasak. Kecap..itu material...emas. Kebahagiaan itu pancaran...supernova. Kau butuh keduanya untuk membentuk superlative. Dan walaupun superlative hanya setitik ingatan, dia akan menjadi superlative lagi di ingatan yang lain. Jelas kau akan kehilangan sesuatu, tapi ingatlah bahwa di alam semesta ini energi adalah kekal, dan massa adalah energi. Tidak akan lari ke mana...
Pada akhirnya moral sepertinya adalah berhati-hatilah dalam menggunakan sebuah penghargaan/anugerah, yang paling hina terhina adalah ketika menghina dan coba pikirkan ini...kalau masih bisa diperbaiki, kenapa harus diganti?
Ketika kau bertarung tentang keakuratan sebuah resep, sang maestro kuliner selalu "kira2" (kalau nda begini, hilang ke-maestro-annya...serius). Resep itu hanya pelajaran TK atau jualan pabrik. Dan coba telaah apakah pencipta kecap itu ingin namanya tenar, kecapnya akurat sepanjang masa, dirinya kaya raya, atau cuma berpikir: "masakan gw kurang rasa nih...kira2 apa solusinya?"
Dan jangan salah...ada beberapa kecap yang sebenarnya dari jamur yang tumbuh di kedelai. Kata lain: kedelai basi.
Jangan terjebak.
Saturday, August 30, 2014
Wednesday, August 27, 2014
Belajar dari Buddha..
One day a disciple asked Buddha: "Buddha are you a God?
Buddha replied: "No, I am not. I am enlightened".
Topik ini membawa gw ke sebuah diskusi agama Buddha (yang bukan sok2 bule, tapi memang saat itu dalam bahasa England). Pertanyaan gw hanya satu: jika begitu, dimana pengertian tentang Tuhan dalam agama Buddha?
Kalau begitu agama-agama Abrahamic lebih mentereng dong, sudah sampai pada tahap mengerti dan menyembah Tuhan, daripada cuma sekedar konsep karma dan sebab-akibat.
Dan memang dengan rasa ingin tahu tapi "mentereng" itulah gw bertanya. Dijawab oleh biksu masih muda lagi: "I see you have quiet number of understanding, but perhaps what are you missing is to really identify what is important. "
Mendengar kalimat "what is important", jujur saat itu gw seperti tersambar petir. Beberapa detik kemudian gw cuma bisa tersenyum dan ngomong: "I understand". Biksu muda itu pun tersenyum.
Tapi senyuman hanya kedok belaka. Di perjalanan pulang gw menyempatkan diri untuk duduk di tempat sepi dan sesengukan sejadi-jadinya. Untung waktu itu sudah malem.
Nangis bukan kenapa, tapi malu pada diri sendiri. Justru dengan menganggap agama lain kurang mentereng diri ini dipermalukan sejadi-jadinya. Dengan satu kalimat "what is important", dimana ini adalah konsep Buddhism juga, semua pengertian dari membaca, mendengar cerita nenek, nonton kera sakti, dll dst mendadak menjadi terang menderang.
Tentu saja! Yang penting bagi umat Buddhists adalah lepas dari lingkaran samsara. Jelas ini kurang mentereng karena muncul pertanyaan siapa "The Supreme Being" yang menciptakan mekanisme samsara. Tapi Buddha hanyalah Buddha, dan lepas dari lingkaran samsara jelas merupakan solusi. Bukan solusi super lengkap, tapi solusi adalah solusi.
Dan siapa yang bisa menilai? Tentu penilaian paling objektif adalah silahkan penganut agama kecap nomor satu untuk mati, dan mengirimkan laporan dari dunia lain. Jaman sekarang no pic ga laku. Dan tentu jangan kasus spesial, wong ada yang menjadikan agama sebagai garansi.
Tapi untuk urusan beginian, promosi kecap bukanlah hal yang paling tepat. Bukan apa, ini adalah perjuangan setiap pribadi. Dan jujur dengan bertambahnya pemahaman, hati ini semakin merasa rendah diri. Siapakah kita menilai diri sendiri lebih baik dari orang lain? Apakah pekerja kantoran lebih baik dari pekerja seks komersial. Belum tentu....dan jika merasa lebih baik kenapa tidak membantu yang pekerja seks komersial?
Almarhum nenek adalah seorang Buddhist. Dan dibalik sosok nenek kerempeng, pakai baju sama setiap pagi, dan perhiasan ga pernah keliatan, pemahamannya akan hidup benar-benar kokoh. Dia adalah satu inspirasi hidup gw, dan ada beberapa nasehatnya yang selalu gw bawa dalam hati. Jika berkunjung ke rumah abu, di antara sederet foto, subjektif mungkin, tapi gw merasa fotonya yang berbalut jubah kuning....ada kesan yang berbeda dari yang lain.
Buddha replied: "No, I am not. I am enlightened".
Topik ini membawa gw ke sebuah diskusi agama Buddha (yang bukan sok2 bule, tapi memang saat itu dalam bahasa England). Pertanyaan gw hanya satu: jika begitu, dimana pengertian tentang Tuhan dalam agama Buddha?
Kalau begitu agama-agama Abrahamic lebih mentereng dong, sudah sampai pada tahap mengerti dan menyembah Tuhan, daripada cuma sekedar konsep karma dan sebab-akibat.
Dan memang dengan rasa ingin tahu tapi "mentereng" itulah gw bertanya. Dijawab oleh biksu masih muda lagi: "I see you have quiet number of understanding, but perhaps what are you missing is to really identify what is important. "
Mendengar kalimat "what is important", jujur saat itu gw seperti tersambar petir. Beberapa detik kemudian gw cuma bisa tersenyum dan ngomong: "I understand". Biksu muda itu pun tersenyum.
Tapi senyuman hanya kedok belaka. Di perjalanan pulang gw menyempatkan diri untuk duduk di tempat sepi dan sesengukan sejadi-jadinya. Untung waktu itu sudah malem.
Nangis bukan kenapa, tapi malu pada diri sendiri. Justru dengan menganggap agama lain kurang mentereng diri ini dipermalukan sejadi-jadinya. Dengan satu kalimat "what is important", dimana ini adalah konsep Buddhism juga, semua pengertian dari membaca, mendengar cerita nenek, nonton kera sakti, dll dst mendadak menjadi terang menderang.
Tentu saja! Yang penting bagi umat Buddhists adalah lepas dari lingkaran samsara. Jelas ini kurang mentereng karena muncul pertanyaan siapa "The Supreme Being" yang menciptakan mekanisme samsara. Tapi Buddha hanyalah Buddha, dan lepas dari lingkaran samsara jelas merupakan solusi. Bukan solusi super lengkap, tapi solusi adalah solusi.
Dan siapa yang bisa menilai? Tentu penilaian paling objektif adalah silahkan penganut agama kecap nomor satu untuk mati, dan mengirimkan laporan dari dunia lain. Jaman sekarang no pic ga laku. Dan tentu jangan kasus spesial, wong ada yang menjadikan agama sebagai garansi.
Tapi untuk urusan beginian, promosi kecap bukanlah hal yang paling tepat. Bukan apa, ini adalah perjuangan setiap pribadi. Dan jujur dengan bertambahnya pemahaman, hati ini semakin merasa rendah diri. Siapakah kita menilai diri sendiri lebih baik dari orang lain? Apakah pekerja kantoran lebih baik dari pekerja seks komersial. Belum tentu....dan jika merasa lebih baik kenapa tidak membantu yang pekerja seks komersial?
Almarhum nenek adalah seorang Buddhist. Dan dibalik sosok nenek kerempeng, pakai baju sama setiap pagi, dan perhiasan ga pernah keliatan, pemahamannya akan hidup benar-benar kokoh. Dia adalah satu inspirasi hidup gw, dan ada beberapa nasehatnya yang selalu gw bawa dalam hati. Jika berkunjung ke rumah abu, di antara sederet foto, subjektif mungkin, tapi gw merasa fotonya yang berbalut jubah kuning....ada kesan yang berbeda dari yang lain.
Subscribe to:
Posts (Atom)