Mungkin ya untuk guru seperti Bu Muslimah di Laskar Pelangi.
Tapi benarkah semua guru seperti itu?
Sebagai murid yang tidak pernah menjadi murid baik2... sepanjang hidup ini banyak guru yang gw benci, tapi juga ada yang tetap menjadi teladan di hati dan meninggalkan kesan yang baik.
Guru yang gw benci (dan tak termaafkan):
- Guru pencuri. Dengan mengatasnamakan aturan sekolah seenaknya menyita barang2 murid yang "tidak berhubungan dengan pelajaran". OK kita sebagai murid juga tahu, kita salah. Tapi plis2 mengerti... kalian sebagai guru pun punya barang2 pribadi di meja kalian di ruang guru. Apa mentang2 kalian orang dewasa kalian boleh, terus kami sebagai murid tidak?! Tahu malu sedikit... Tidak sedikit lho barang2 tsb bernilai pribadi (diary, foto, etc) yang tidak ternilai! Kalaupun disita...plis..plis disimpan dan dikembalikan ketika murid lulus. Apa sih ruginya buat kalian? Apa kalian terlena dengan kebagusan barang kami..sehingga kalian mau juga?
- Guru "sok sok disiplin" dan tukang cari kambing hitam. Gw pernah lupa bawa buku matematika ketika SMA, benar2 kelupaan. Sang Guru yang Maha Benar datang, dan gw bilang "Maaf Pak, lupa bawa". Sang Guru diam.. lalu berjalan ke depan kelas dan berbicara: "Kalian kalau sekolah yang niat yah, jangan seperti Kardy..buku aja tidak dibawa.. bagaimana mau serius." CUIH! Muntah saya Pak! Kalau mau ngomong di depan gw! Ngga usah nyenyes begitu. F*CK face! Benar koq mulai saat itu terjadi "everlasting battle" antara gw sama dia. Berakhir dengan dia mengusir gw dari kelas dan tidak boleh mengikuti pelajaran di dalam kelas lagi. Soook terserah... emang gw butuh pelajaran lu.. selama gw masih bisa ulangan sih gw fine2 aja. Walaupun akhirnya dengan saran beberapa teman yang menganjurkan untuk minta maaf.."Akting aja Dy..kita murid.. kalau nentang guru kita yang rugi nantinya." Gw juga sadar, gw di posisi lemah, ortu gw seumur2 ga pernah ngedukung gw. Akhirnya gw minta maap dengan bonus air mata berkat latihan teater (walaupun dalam hati gw bersumpah.. ga bakal gw maafin elo!). SUKSES! Tapi setelah itu, gw kaga pernah mau tau itu guru ngapain, ketemu di gereja pun gw ngelengos pergi. Sori Pak.. maafnya ngga tulus! Salah sendiri percaya!
- Di kuliah kembali ketemu guru seperti itu ketika semester pendek Fisika Dasar. Sayangnya gw tidak selemah ketika di SMA. Sang guru membenci gw yang mengambil semester pendek dengan nilai B. OK Pak.. bring it on! Semua soal yang sulit, pasti nyebut di depan kelas "Yak Kardy bisa??". Perlu ya Pak...perlu?? Pas bagiin hasil UTS semester pendek, tampangnya kusut sekali karena nilai gw masih 8.2 (A = 7.5). Di saat itulah gw sadar.. do not try too hard. Dan gw nyaris ketawa ngeliat soal UAS semester pendek. SUSAH! Well setidaknya gw pikir begitu melihat kualitas kelas sepanjang semester. Soalnya sih.. maaf Pak... biasa aja =P! Toh saya kosongkan dua nomor agar Bapak puas dan saya tetap B. Bukan karena ga bisa (struktur konsep sudah di kepala) tapi malas ngitung! Begitu gw ngelihat hasil nilai...jreng..jreng..jreng...yup gw tetap B, tapi yang laen... aduh lucunya...yang C jadi D, ada yang jadi E huahahahaha... untung rekan sesama IF nilainya tidak menjadi rusak (malah lebih bagus kalau nda salah).
- Pas SMP kelas dua gw rajanya nyontek. Well ada seorang guru yang menyadarkan gw kalau gw salah. Begitu gw ketahuan menyontek di pelajaran geografi, kertas ulangan gw langsung dirobek. Dan dia bilang "Kenapa sih tidak bangga dengan hasil kerjaan sendiri?" Jujur gw rada shock waktu itu, walaupun bagi gw nda masalah mo nilai 0 pun (waktu itu gw selalu rangking bontot di kelas). Tapi sejak saat itu gw berjanji...gw ngga bakal pikirin apapun nilai gw.. mau ortu ribut seribut apapun.. TERSERAH! Yang penting hasil kerja sendiri. Yang berkesan adalah, ketika kelulusan kelas tiga Sang Guru datang menghampiri. Dan dia mengajak bersalaman dan mengucapkan "Selamat ya...". Sempat bingung.. lah kenapa.. seumur2 di SMP ngga pernah berprestasi..ngapain diselamatin. Ternyata oh ternyata.. walaupun tidak disebut, tapi NEM gw no-4 satu sekolah (yang disebut no. 1- 3)! Well.. pada waktu itu gw kaga peduli dengan NEM (yang penting ngga nyontek)... hahahaha.. seumur2 gw selalu berterima kasih dengan guru ini. Tenang Pak.. ngga pernah nyontek lagi di ulangan sampai sekarang! Dan hasil ulangan pun tak pernah saya pikirkan.
- Wali kelas 3 ketika di SMA. Pada saat itu ada razia sepatu di sekolah, dan sepatu gw termasuk salah satu yang disita. Gw waktu itu marahnya bukan main karena memang warnanya putih dan yang berwarna hanya logonya. Gw masih ingat tampangnya ketika nawarin: "Bagaimana kalau kamu Bapak beri uang dan beli sepatu baru ke CL (Citraland) sana." Gw melihat itu jujur.. sebagai peace offering yang tulus. Tapi bukan guru ini yang bersalah! Yang bersalah adalah kepala sekolah dan guru2 penjilat di sekitarnya. Pada waktu itu gw menolak. Bukan apa Pak.. ini bukan salah Bapak. Biarkan aja.. toh kalau sepatu disita ya tidak usah pakai sepatu aja. Sampai sekarang koq Pak.. masih teringat kejadian itu =).
Gw tahu kalau cing-cong-nya orang tua kalau guru itu harus mendisiplinkan anak didiknya, etc..etc. Tapi gw juga percaya kalau anak didik itu bukan kambing atau anjing. Dan sekolah itu believe it or not, bukan hanya pusat pendidikan. Itu bagian tak terpisahkan dari kehidupan seorang murid. Boleh tidak kalian toleran sedikit? Menutup mata untuk pelanggaran yang tidak penting?
Setuju sekali lagi bahwa kebiasaan buruk akan terbawa2 sampai ke masyarakat. Tapi juga sakit hati. Apa sih salahnya berdamai dengan murid? Bolehlah di hari kelulusan.
Apakah segitu banyaknya murid sehingga kalian bisa lupa mana saja yang sudah kalian sakiti secara spesial?
Spesial untuk F*CK FACE math teacher..sampai sekarang saya masih sering lupa bawa buku tuh Pak. Saya juga sering ga peduli mau guru ngajar apa di kelas (sering ngobrol, tidur, now: maen fb). Toh saya baik2 saja =). Teori Bapak tentang siswa yang serius di sekolah? KE LAUT AJA!