Ini weekend pertama setelah combo 2 weekend mondar mandir Singapur-Malaysia. Lumayanlah bisa nyante dan taroh perut sekejap.
Libur lebaran kemarin harus nemenin bokap dan nyokap ke Melaka-KL-Genting-Melaka dan berakhir dengan operasi prostat kedua di Melaka. So akhirnya gw tinggal mereka di Melaka, dan hari Sabtu kemarin mereka baru pulang ke Jakarta.
Cape? Combo weekend sebelum libur lebaran, gw baru pulang dari Penang-Ipoh-Penang. Duhai...
Dan si bokap, pertama kali ke Malaysia, berkata: bagus juga yah Malaysia. Dan nyokap gw langsung nyeletuk kalau gw pernah bilang kalau suatu saat bagus juga pensiun di Malaysia.
Sedikit gambaran... gw ga ada sedikitpun gambaran tentang KL, tapi gw survive naik bus dari Singapur ke KL dan kemudian ke KLIA. Sebagian besar trip dengan ortu pun kita naik transportasi umum instead taksi (hanya dua kali naik taksi dari KLIA-Melaka, dan KL-Genting). Gw pulang dari Melaka ke Sing pun naik bus saja.
Bayangkan kalau ada teman gw nyampe di Jakarta (Pulo Gadung misalnya) dan dia mau ke Bandara Soekarno-Hatta naik public transport. Astaga ampyun.... gw ga kebayang ngasih tau direction-nya. Paling harus naik bus way ke Gambir terus nyambung bus Damri yang syukur2 ada ke Bandara. Intinya... you don't want to mess with Jakarta public transportation system. It's only for the expert and strong hearted one!
Sama2 kota metropolitan, tapi yang satu tidak ada satupun kebijakan publik yang jalan (tebak yang mana).
Dan kemarin kita ngomong2 dengan teman dari Malaysia juga. Gw ngomong: you times Malaysia two and you got Indonesia. Dan dia ngomong: Times two? Where got?
Eh? Gw memang ga update populasi Malaysia, tapi gw update populasi Indonesia: 230 juta!
Dan begitu cek populasi Malaysia...eeek! Kali sembilan sampai sepuluh kali.
Olala....tidak heran kita eksportir pembantu ke negara orang. Istilah kerennya tenaga kerja instead of human trafficking. Padahal sih sebenernya bau2-nya ya begitu juga.
Di perbincangan yang lain, gw ngomong kalau sebenarnya gw masih pingin balik ke Indonesia, 'coz I love Indonesia.
Dan ada yang bertanya: Kalau seandainya gw punya keluarga, dan segala sesuatu bukan lagi tentang gw, dimana tempat yang gw mau untuk membesarkan anak2 dan keluarga gw?
Hyuks.... dengan berat hati dan sejujur2-nya gw menjawab... bukan Indonesia.
Malaysia saja punya General Certificate of Education (GCE) yang notabene dibawah pengawasan Inggris sono. Sementara Indonesia masih pontang panting dengan UN mau 4.5 keq, mau 5 keq, mau 5.5 keq. Rasanya udah mau kiamat... pake doa2 massal segala.
Plis deh...
Ok lah dulu Ebtanas gw juga mepet2 ga lulus.. kira2 6 koma tapi untuk PPKN dan B. Indonesia. Dua2nya ga penting binti ke laut. Don't care!
Dan menurut gw bahasa Indonesia lebih sulit dari bahasa Inggris.. gara2? Pengajarannya ga terstruktur. Satu guru bisa ngomong A, guru lain bisa ngomong B. Konferensi bahasa Indonesia yang dulu bikin "KBBI" sudah ga pernah kedengeran lagi. Yah lama2 ganti bahasa 4l4y dan gaoul.
PPKN apalagi yuuk...
Apakah serta merta Indonesia kalah? Huh.. no way!
Gw kemarin sempat berbangga hati karena orang Malaysia ga tau Tony Roma's! Gw kaget sekaget2-nya! Hah! Kaga tau Tony Roma's?!?!
Kayanya gara2 mereka serve pork deh... tapi masa sampe sebegitunya. Di Indo aja: di Jakarta ada satu, di Bandung ada satu.
Dan kata mereka yup sebegitunya. Dan mereka bercerita bagaimana Pocky di Malaysia harus berganti nama jadi Rocky semata2 karena Pocky berbunyi seperti "Porky".
Padahal gw bingung juga dengan Malaysia. Gw pernah liat ada keluarga berbuka puasa di TGIF. Plis deh... walaupun mereka ga serve pork, tapi kaga liat apa meja gw pada ada wine dan whiskey? I don't expect that same behaviour to happen in Indonesia.
Tapi ada tiga tempat lagi yang jadi inceran gw, dan belum ada kesempatan melihat: Vietnam, Thailand dan Australi (dua dari tiga ini udah produksi bokep profesional loooh). Dan maksut gw melihat adalah bukan semata2 jadi turis. Tapi terlibat dalam pekerjaan dan daily life.
Mungkin di sana lebih bagus?