Ngomong2 tanggal 8, di tanah air tercinta ada penerbitan joint issue Indonesia - Malaysia. Baru nyadar tadi jam 8 malam, dan langsung menengok ke sini (http://www.e-fila.com/jis-indonesia-malaysia-/322-fdc-jis-indonesia-malaysia.html), rasanya ini portal resmi untuk shopping2 di Pos Indonesia deh. Huff, masih tersisa 24 covers.
Gambar dipinjam dari sumber yang sama, secara pesanan masih harus menunggu dikirim ke rumah di Tangerang, terus harus diambil lagi...panjang ceritanya.
Sekarang jam 1:22 pagi udah ludes semua bo! Suer gw kaga beli sampai 24 biji! Gw memang beli ekstra 3 biji, rencananya untuk hadiah ke rekan2 kolektor sekantor di Malaysia.
Antara stok di e-fila yang sedikit, atau memang penerbitan perangko di Indonesia luar biasa sukses sehingga setiap kali penerbitan langsung ludes semua.
Tapi kalau begitu sukses kenapa Pos Indonesia mengeluh rugi?
Gw lebih curiga-tion ke opsi pertama. Karena kelihatannya sulit mengantisipasi pembelian di e-fila ini. Kadang cepat sold out-nya, kadang berbulan2 kaga sold-out juga.
Dan kalau boleh jujur, kalau ga bener2 terpaksa seperti saat ini, malas rasanya berbelanja di sana. Bukan apa... portalnya tak bersertifikasi (ga ada yang kaya gini: "Verified by Veri****"), transfer bank cuma lewat BNI yang notabene gw ga punya. Ya terpaksa credit card. Tapiiii..... kelihatannya informasi credit card gw disimpan karena gw harus "Awaiting Credit Card Validation".
So never ever pake credit card. Gw aja pake debit card untuk belanja di sini. Ya paling2 kalo dibobol habis jumlah tabungan jajan, tapi bukan tabungan primer. Harusnya transaksi langsung divalidasi, dan merchant tidak boleh menyimpan informasi kartu kredit! Seraaaam..... tapi ya... di Indo yang penting saling pengertian dan tepo seliro.. karena itu ga maju2..hiks.
Bagi gw pribadi, bukan tidak nasionalis, tapi sudah lewatlah mengumpulkan perangko Pos Indonesia. Paling beli2 hanya sebagai "syarat" saja, ya... yang penting ada sajalah.
Yang pertama adalah, gambar2-nya ... sorry to say.. plainly ugly. Gw kaga mengerti kenapa designer-nya kaga ganti2. Ngadain sayembara keq, hadiah kaga usah, toh designer cukup bangga kalau hasil karyanya jadi perangko nasional.
Gambar adalah no. 1 penting untuk urusan begini. Kolektor membeli perangko dengan harapan di kemudian hari nilai koleksinya bertambah alias kata pendeknya: investasi, bukan buat nyumbang. Ada tiga hal yang menentukan harga: antara langka, konsep, dan kemampuan dijual kembali di pasar sekunder.
Kalau lu liat gambarnya dan lu kaga ngerti ini perangko ngomong apa... sudahlah lewat saja. Dan sejujurnya gw banyak mengalami begini dengan perangko Indonesia. Gw dulu fans berat sama perangko flora dan fauna Indonesia, very good...(seri hari cinta puspa dan satwa, 90-an). Begitu keluar yang belakangan ini (Flora Fauna 2010)..OMG.. so ugly!
Sekarang udah generasi clean and sleek...tapi gambarnya serasa dilempar ke tahun 60-an.
Yang kedua adalah kredibilitas institusi Pos di Indonesia. Entah mirip atau tidak nasibnya seperti "the mighty who have fallen" : United States Postal Service, tapi Pos di Indonesia..yup merugi melulu.
Terus apa akibatnya? Jelas pengaruh otoritas Pos menjadi berkurang dan swasta merajalela. Analogi kembali: Tiki, JNE di Indonesia vs Fed Ex, UPS, dkk di US.
Kalau melihat di tanah air, taruhlah 5 tahun belakangan ini, adakah kita melihat ekspansi Pos Indonesia (buka cabang baru) ketimbang ekspansi Tiki dan JNE? Dan sejujurnya lagi.. di tanah air, kalau udah ada dua ini buka deket rumah gw, ngapain gw harus jauh2 ke kantor Pos?
Penyakit BUMN, keenakan menikmati monopoli, dan ketika dilempar ke persaingan bebas, menjadi ngos2-an mengejar dan akhirnya tertinggal. Contoh lain adalah Merpati (walaupun Garuda dulu sempat begini juga).
Ditambah lagi dengan gejala merosotnya jumlah surat pribadi. Karena itu Pos di seluruh dunia ramai2 merambah industri sekunder selain mengantar surat.
Padahal potensi duit dari sini lumayan sekali.
Ambil contoh SEA Games Indonesia yang kacau balau November 2011 nanti. Silahkan lihat kalender penerbitan perangko Indonesia, boro2 disebut. Oalaaah...padahal panitia SEA Games sampai mengemis2 duit dan mecatin karyawan (yang menurut kabar gajinya pun setingkat dengan makan daon).
Ok-lah kalo nerbitin gw juga curiga-tion jangan2 duit hasil keuntungan penjualan bukannya buat ngedanain SEA Games, tapi dipakai buat jalan2 ke laut di Kolombia sana...Ya tapi setidaknya usaha gethu looh...
Mungkin jauh perbandingan, tapi:
Ketika Singapur mengadakan Youth Olympic Games, semua juga dijualin. Singapore Post dengan perangko, dan Singapore Mint dengan koin dan kartu MRT.
London Olympic? 29 koin cabang olahraga 50p, 3 seri perangko, 14 seri covers with koin, 3 seri countdown koin (yang versi silverproof dan gold juga ada...), 2 seri "body" dan "soul" silverproof koin, entah apalagi... Sampe kempes dompet kalo ngikutin semuanya. Dan inipun olympic-nya masih taon depan.
Ketika banjir Australia, Australia Post juga nerbitin perangko dengan tujuan donasi (sumber).
Good governance adalah yang semua badan negara bisa bergerak sinkron dan dinamis. Kaga jalan sendiri2. Ya memang kalau menengok rumput tetangga memang selalu lebih hijau.