Monday, July 08, 2013

Jakarta...

Menyetir mobil sendirian di Jakarta untuk pergi ke kondangan di satu malam minggu.

Hasilnya? Tempat kondangan terlewat, dan gw harus melakukan U-turn untuk kembali ke sana. Padahal dulu tempat kerja dekat dengan tempat kondangan ini.

Ketika menyetir pulang, menunggu di lampu merah, dan gw termenung.

Gw terkesima dengan betapa kuat denyut kehidupan di kota Jakarta. Sudah jam 11 malam, tapi masih banyak motor di jalanan. Ada yang membawa kail ikan, ada ibu2 yang membonceng di belakang, ada bajaj dengan penumpang, ada pengamen jalanan, dsb.

Jakarta yang dulu begitu akrab, kini seakan begitu asing.

Daerah gelap antara Taman Anggrek dan SMUK 1, yang dulu terkenal sebagai tempat pemerkosaan, kini sudah jadi gemerlap dengan Central Park dan apartemen2 entah apa.

Sengaja melakukan 'detour' ke kawasan Tanjung Duren untuk sekedar nostalgia. Lebar jalan masih sama, tapi pertokoan di kiri dan kanan jalan sudah berubah semua.

Gw terkesima, persis seperti ketika kecil menginjakkan kaki di Jakarta, ketika Jakarta masih penuh dengan President Taxi. Ah masa2 itu... ketika Rano Karno masih jadi aktor dan terkenal dengan film "Taksi"-nya.

Sekarang inilah ibukota negara dengan pertumbuhan ekonomi 6%+. Pertumbuhan yang tercepat, dan tak usah ditanya lagi... perekonomian yang terbesar di kawasan Asia Tenggara. Dan walaupun Indonesia terbentang seluas tiga zona waktu, 50%+ lebih uang berputar di Jakarta, timpang memang, namun bisa dibayangkan betapa dahsyatnya Jakarta.

Ketika kecil dulu, terpanana dengan gemerlapnya lampu2 malam di Jakarta, gw bermimpi untuk tinggal dan bekerja di Jakarta.
Sayangnya itu adalah mimpi yang tidak pernah kesampaian hingga sekarang.

Sering gw katakan kepada teman2 asing gw. Dari semua kota yang gw kunjungi (well mungkin masih sedikit), tidak ada kota yang sehidup Jakarta.

Lihatlah Pasar Ikan yang luar biasa joroknya, apalagi ditambah banjir, airnya hitam, baunya tidak ketulungan, tapi semua ikan2 itu lari ke restoran2 dan hotel2 berbintang.
Lihatlah kapal2 dari Pulau Seribu yang datang ke Jakarta setiap hari untuk membawa bahan kebutuhan dan pelajar2 yang akan bersekolah ke Jakarta.
Lihatlah bencong2 yang berkeliaran di Taman Lawang.
Lihatlah betapa besar pasar keping DVD bajakan di Glodok.
Lihatlah warung2 Viagra, Cialis, darah kobra di sepanjang Jalan Gajah Mada, Hayam Wuruk, Mangga Besar.
Lihatlah pasar kue subuh2 di Senen.
Lihatlah betapa mewahnya apartemen Da Vinci.
Lihatlah betapa sibuknya pinggir2 rel kereta api.
Lihatlah betapa hidupnya ITC Mangga Dua, dst..dst.

Entah bagaimana kata2 mendiskripsikan betapa besar, sibuk, hidup, kontras-nya Jakarta. Kaya miskin semua hidup di Jakarta.

Seiring dengan mobil yang meninggalkan Jakarta dan mengarah ke Tangerang, hanya tersisa rasa iri, bahwa diri ini tidak lagi menjadi bagian dari kota yang luar biasa ini.