Monday, December 12, 2011

Binatang punya cerita...

Hari ini gw ke Ubin (lagi), dan bertemu lumayan banyak binatang, walaupun binatangnya biasa2 saja.

Mereka memang tidak bisa ngomong, tetapi gw sering berpikir...apa yang mereka pikirkan? Ya yang jelas tidak sama dengan manusia maupun tidak mungkin disamakan, tapi penasaran juga.

Ada monyet nakal yang suka mencuri. Gw kaget karena baru menyadari, ternyata monyet mirip sekali dengan manusia. Mereka mengandalkan penglihatan daripada penciuman. Si teman yang satu ini pun tertarik datang karena melihat barang yang tertinggal, walaupun barangnya tidak dapat dimakan.

Eh ga ada orangnya nih...
Ada yang menarik ga nih?? (tapi lupa jas ujan kuning udah mulai melorot)
Eeh ada yang jatoh!

Bertemu dengan Pak Anjing di dermaga. Terkadang kalau melihat binatang yang berumur... ada karisma tersendiri, maupun tersirat kerutan "kebijaksanaan". Demikian yang gw lihat dari Pak Anjing ini.
Gw dulu melihara hamster saja sampai terkaget2. Hamster tua gw mendadak tampangnya tidak "cute" lagi, dan sepertinya perjalanan hidupnya sudah lebih jauh dari gw. Tapi pada waktu itu dia sudah punya anak, dan sudah besar2 lagi. Suatu hal yang belum pernah gw alami dalam hidup.


Dan bertemu dengan Bu Kucing di dermaga Changi. Bagi kita paling perjalanan cuma naek perahu 15 menit. Tapi bagi mereka mungkin tidak pernah bertemu seumur hidupnya.


Sebenarnya tidak terbayang hidup tanpa binatang. Karena bagi gw mereka adalah refleksi diri kita yang paling jujur. Manusia biasanya berbohong dengan make-up dan berbagai tindakan manipulatif lainnya. Tapi seiring perjalanan waktu, kita tumbuh menjadi tua, kerutan muncul dan bekas luka semakin banyak. Dan kita menganggap generasi yang lebih muda terlalu bersemangat, berlebihan, kekanak2-an, dll.

Hahaha.. nobody can stay young forever....

Thursday, December 08, 2011

Reuni

Kemarin sengaja pulang untuk menghadiri reuni SMU setelah 10 tahun kita2 lulus dari sana. Tidak terasa 10 tahun berlalu seperti lokomotif, tidak terasa eeh... ternyata sudah beranjak dewasa, dan harus mengingat kembali masa2 muda yang berjaya dulu.

Sebenarnya sih bukan tanpa pengorbanan secara datang reuni berarti gw skip StanChart Marathon yang notabene udah daftar. Jadi berarti sudah habislah semua event olahraga di tahun ini.


Awalnya sih gw pake ragu untuk memutuskan datang reuni, tapi ada teman kantor yang berkata kalau StanChart itu tiap tahun, sementara reuni itu 10 tahun baru sekali ini, itupun kalau lain kali masih diberi umur panjang. Jadi ya sudahlah, jelas yang mana yang dikorbankan. Mana lagi gw selalu bercita2 untuk mati muda.

Jadi pulanglah ke Jakarta dengan terburu2.

Begitu datang ke reuni sehabis menembus kemacetan Jakarta yang rasanya bertambah dahsyat saja, whew.. rasanya bersyukur sekali memilih opsi yang ini.

Banyak yang berkata kalau gw "hilang dari pergaulan". Padahal ya bo...masih eksis banget gitu loh, cuman memang jaman sekarang makin males menjangkau ke Jakarta secara lagi2 masalah lalu lintasnya.

Ada yang bilang tampang masih sama, ada yang bilang tampang beda, tapi banyak yang bilang kurusan banget dibanding dulu (ya iye lah... mau dikemanakan semua usaha diet ini, kalau dibilang tambah gendud.. dari yang dulu...waduh langsung gw nabung liposuction deh).

Dan tidak disangka dinyana ternyata gw cukup populer juga yah (yuhuu....) dengan banyaknya orang2 yang langsung bisa menyebut: "Kardy....", padahal gw saja lupa kiri kanan.
Ada yang sudah punya istri, ada yang sudah punya anak...

Dari guru2, hmm... ada kesan mereka curious dengan bagaimana kita2 sekarang. Ada yang memang sudah lupa2 inget dengan gw, tapi ada juga yang inget kalau gw mantan ketua kelas! Mak jang..gw aja udah lupa.

Foto2 reuni tentu saja masuk facebook dong...biar gaul gitu loh.

Pulang reuni kita main2 ke kelas, ya secara sembari turun lewat tangga gitu loh (btw reuninya di aula SMUK1, jadi di lt. 8).

Menemukan bahwa ada peningkatan di sekolah, sekarang sudah pakai loker di sepanjang lorong sekolah. Jadi mudah2-an tidak seperti pengungsi lagi setiap kali mau ujian, karena mesti mengosongkan laci meja. Katanya juga bo.. sekarang ngajarnya udah pake proyektor, jaman milenium gitu (psst: uang sekolahnya juga sekarang sudah milenium dong....).

Kelas terakhir gw (3 IPA 3) sekarang jadi di depan tangga, yang dulunya di pojokan banget. Wonder why....

Daaaaan... masalah seragam, ternyata makin ancur a.k.a culun. Apa2-an ini? Hahahahahaha......
Pakai dasi merah2 ala eSDe, rambut ga boleh pake gel. Aduh2 gimana mau gaul. Plus sepatu hitem lagi yang mirip sekolah2 di pelosok mana gitu.
Aduh mau ngomong apa lagi yah.. rasa2-nya seragam jaman dulu yang putih abu2 dengan sepatu putih jauh lebih keren dan gaul ketimbang yang gini-an (rompi, dasi eSDe, dan batik).
Btw kita angkatan terakhir dong yang pake sepatu putih, selepas itu udah sepatu hitam yang jelek dan nan tidak gaul itu.


Dan ada lagi pajangan beginian yang bikin ngakak:


Hyahahahahaha......

Sampai umur segini gw bisa mengatakan kalau masa2 di SMUK1 adalah masa2 paling menantang dalam hidup. Dimana gw perlu betul2 serius belajar.
Tapi pada akhirnya not bad... dari nilai Matematika-Fisika kebakaran semua di tahun pertama - menyentuh ranking 10 besar sekali dua kali - nilai penjurusan IPA/IPS sama kuat pas naik kelas 2 - hingga bisa lulus dari IPA di kelas 3.
Dan tentunya bukan karena diri sendiri, tapi karena teman2 yang memang benar2 tahu bagaimana study hard and play hard.

Wednesday, December 07, 2011

Ketika Naik Pesawat Rasa Bus...

Ya apa boleh buat namanya juga naik pesawat cap singa terbang, ekonomi gitu loh. Jadi yang namanya delay, ya pasrah sajalah.

Untungnya bawa kamera *uhuk2* baru....jadinya bisa foto2 berlagak turis
Bermula dari pengumuman delay 1 jam, yang disambut dengan tatapan tidak percaya para penumpang.

"Apa...Delay?!?!?"
Jadi berjalan2 lah kita di Changi Airport, bandara internasional yang benar2 rasa internasional. Layar petunjuk ada di mana2. Jauhlah jika dibandingkan dengan bandara di rumah sendiri (tapi internasional juga). Dan travelator-nya benar2 jalan, tidak kadang nyala dan kadang mati, itupun kalau nyala pakai bunyi "nguuunngg" yang lumayan nyaring.
Ah sudahlah jangan dibanding2-kan terus, jadi malu....


Ada juga Post on Wheels, tempat beli suvenir benda2 pos dan voucher isi ulang. Secara pribadi sih gw cuma memanfaatin ini buat beli voucher isi ulang, secara benda2 pos lebih cenderung beli di Kantor Pos di Terminal 2 di luar.
Dan sekedar catatan, kantor pos Changi Airport tidak punya cap pos hari pertama =(.


Changi pun sudah mempercantik diri dengan ornamen2 Natal. Memang dasar Singapur gila turis, begitu Deepavali selesai langsung ganti ornamen ke Natal.


Berkebalikan dengan kondisi di rumah. Belanja di airport orang lebih murah ketimbang belanja di luar airport. Secara dapat potongan pajak. Gw pun sempat menyambar 1 potong baju yang langsung dipakai besok2-nya buat foto masuk facebook dong ah! Dan tentu tempat yang selalu ramai adalah toko minuman haram.

Kalau di rumah sendiri, belanja di airport, aduh kena getok: "TOK!". Kepala pusing, dompet loncat. Satu botol Pocari Sweat saja dihargai Rp 20.000. Ck..ck..ck...

Jualan Minuman Haram



 
Dan ada pianis! Mengingatkan seperti di RS. Siloam Gleneagles. Walaupun nda ngerti apa yang dimainkan, tapi setidaknya memberi kesan berkelas gitu loh.


Dan akhirnya kembali ke ruang tunggu, boarding, dan kemudian terbang! Akhirnya kembali ke rumah! Hore!

Sesampainya di tanah air, tentu disambut dengan pelayanan yang mencerminkan pribadi bangsa: penuh kebersahajaan. Ya kalau di negara orang pakai belalai untuk keluar masuk pesawat, yang ini cukuplah pakai "tangga berjalan karena didorong" sahaja.


Plus dijemput pakai bus, gratis Mak! Nyaris di-shoo2 masuk bus karena masih poto2 di luar.


Jadi intinya apa? Ada duit ada barang? Hmm nda tau deh, karena hanya sekedar tes2 kamera saja. Semuanya point and shoot, automatic mode, tanpa pusing setel sana sini.
Bagi gw hasilnya lebih bright dari IXUS gw yang dulu, dan bahkan untuk beberapa foto menjadi terlalu terang, tapi gw suka hasil warnanya. White balance juga gw masih pusing.

Herrrr...beli barang baru harus belajar lagi....

Wednesday, November 23, 2011

The sexiest job...

Is.... archeologist.

Wow! Serius?! Well tidak seperti di dunia nyata, tapi di dunia hmm semi nyata, arkeolog adalah pekerjaan yang menuntut tampang dan bodi yang rupawan belum lagi skill set yang akrobatik.

Sebut saja Mr(Dr). Indiana Jones, Mrs. Lara Croft


dan Mr. Nathan Drake <-- walaupun yang ini lebih mirip ke treasure hunter.


Tapiiiii........

Ada lagi yang tidak kalah beken.

Meet Mr(Dr). Tommy Oliver dari MMPR Dino Thunder. Alkisah setelah lulus dari Angel Grove High School, dia terus bersekolah, sambil nyambi jadi Power Ranger melawan monster2, masuk MIT dan mengambil PHD di palaentologi. Dan akhirnya menemukan artifak yang dipakai sebagai basis Power Rangers Dino Thunder. Cool huh?!

Tentu saja, apalagi dibandingkan dengan saya yang umur sudah segini tapi masih saja nongkrongin Power Rangers (tapi apa boleh kata seneng booo). Belum lagi otak full power saja tidak mampu masuk MIT, apalagi disambi melawan monster :(.


Wait.. apakah ini Tommy yang sama seperti Green Power Ranger dulu di jaman cinta monyet dengan Kimberly a.k.a Pink Ranger? Yup2, seperti tulisan di atas, si Tommy sudah ada sejak jaman Angel Grove, jadi jaman MMPR original. Jadi selama ini dia sudah maen sebagai Power Ranger Hijau, Putih, Merah, Merah, dan terakhir ini Hitam.

And as usual black is the coolest color (mengingatkan pada warna hitam pada JetMan)! Entah kenapa di Dino Thunder, dengan potongan rambut pendek, dan berpakaian serba hitam (+lengan panjang untuk menutupi tato), Jason D Frank terlihat lebih dewasa, serius, dan keren dibandingkan peran2 sebelumnya.

Dan tentu kembali ke topik semula, this doctor can really kick (monster's) ass!


"Aren't you little old for this Tommy?"
"I may be old, but i can still pull it off."

Cool!

Sunday, November 20, 2011

Minum (Kopi dan Teh)...

Yup ini bukan soal minum minuman bergelimang dosa, tapi minuman baik2. Memang perlu diakui selera terkadang berubah2. Kadang gw suka minum teh, kemudian ganti ke kopi, kemudian ke Mil*, kemudian balik lagi ke teh, dst.

Entah sudah semakin berumur, but i like my kopi to be thick! Karena ini Starb*cks lewat. Gw lebih suka *ld Town Coffee karena ada versi 'gao'(thick)-nya, tapi sayang disayang tidak datang dalam versi blended ala frapuccino.
Padahal dulu pas muda bela2-in ke Starb*cks, biar gengsi gitu.. Tapi ya namanya selera masih selera pembantu dan supir truk, jadinya kurang cocok sama yang terlalu elite2 gitu.

Kemarin ketika ke Penang, sempat mencoba Cameronian Tea (ya namanya di menu gitu) di Penang Hill. Awalnya gw pikir dari Cameroon.. so pingin nyoba, mana tau belakangan diberi tahu teman kalau ini kemungkinan besar dari Cameron Highlands a.k.a dari Malaysia situ2 juga. Rasa sih... hmm ga beda sama SariWang*. Makanya gw agak2 aneh, ini spesial dari mana??

Memang yang menarik dari teh adalah banyak sekali ragamnya. Dan bagi gw personal yang buta rasa, perbedaan rasa teh lebih terasa daripada kopi. Belum lagi ditambah adanya teh pelangsing yang dijamin bikin diare... mantap (bisa menikmati mules2-nya)!

Tapi cerita teh dan kopi terbaik masih datang dari tanah air sendiri, dan tidak usah menghabiskan uang berdolar-dolar.

Ketika muda dulu singgah di pasar Pagar Alam, dan sang supir ingin ngopi. Ya akhirnya turunlah kita semua di warung kopi di pasar tradisional. Mereka semua mesan kopi, dan gw masih ragu... ya maklumlah warung serba reyot, gelas ga tau dicuci di mana, dst dst. Walaupun akhirnya gw mesen segelas juga. Datang dalam gelas kecil dengan tatakan aluminium (yang biasa orang tuang ke situ terus sruput2).
Dan ketika gw minum... olalala...enaknyoo. Wangi benar2 asli kopi tanpa tetek bengek susu kental manis, krimer, dll. Benar2 aroma kopi kiloan di pasar2.
Entah karena biji kopi yang berbeda, atau karena suasana Pagar Alam yang begitu mempesona, tapi gw benar2 menikmati saat2 itu. Sore hari, orang2 udah bersiap2 pulang, dan sinar matahari sudah berubah menjadi oranye, benar2 magical.
Harga? Cuma 1000 perak per gelas.

Dan ketika kita pulang, kita mampir di perkebunan teh PTPN entah nomor berapa. Ada koperasinya di situ sekaligus numpang toilet. Rekan2 seperjalanan menganjurkan untuk membeli teh di situ, teh Gunung Dempo katanya, ya itung2 nyobain. Bungkus sederhana, cuman ada label PTPN, harga pun murah2 meriah. So gw pikir apa salahnya nyoba2. Bawa pulang 2 bungkus.
Gw tanya ke orang2 koperasinya, kalau teh-nya enak kenapa ga masuk pasar Indonesia. Mereka jawab mayoritas teh dari perkebunan ini di-ekspor (gw ga percaya <-- skeptis). 
Dan tuh bungkusan gw bawa pulang sampe Tangerang karena teh-nya bukan teh celup, ribet bikinnya, belum lagi gw skeptis dengan merk 'PTPN'.. pemerintah getu looh.

Tapiiii.... ketika gw nyeduh bareng nyokap. Lagi2 OMG enaknyooo....Semua merk2 pasar model Sariwang*, L*pton lewat ke laut! It's good! Warna tehnya merah kuat, rasa berani dan masih terasa rasa2 daon-nya. Teh Sumatera memang beda (teh2 komersil umumnya dari perkebunan di Jawa)! Dan dalam sekejap dua bungkus teh itu ludes >.<.

Indonesia daerah terpencil...barang2-nya tidak serumit yang dijual orang2 di kota2 besar dan mal2 (mau itu kopi Jamaica, teh Maroko, Srilanka, pakai susu, krimer, melati, dll), tapi ada cita rasa sederhana yang kuat.

Dan mungkin karena gw semakin berumur, tapi makin hari gw makin menghargai hal2 seperti ini. Tidak peduli gengsi, tempat dan martabat, sesuatu yang bagus akan selalu bagus. Dan setiap kesempatan untuk menikmati sesuatu hanya berlangsung sekejap dan tidak mungkin terulang lagi. Karena itu kalau sekarang gw sruput2... terutama di tempat asing, gw berusaha untuk sruput2 dengan serius.

Memang tidak di semua tempat, tapi ada tempat di Indonesia dimana tongkat kayu dan batu benar2 jadi tanaman. Kadang sampai bergidik... koq bisa ada tanah sekaya ini.

Wednesday, October 26, 2011

Punya Anak (lagi)...

Selalu tidak habis pikir kenapa orang miskin selalu punya anak banyak? Bukan menghina, tapi selalu terkagum2 dengan tayangan dokumentasi ketika orang tuanya tinggal di gubuk dan anaknya sampai 7-8 orang?

Bagaimana mungkin ketika ruang hidup semakin mahal? Silahkan tanya harga rumah 3-4 kamar di Jakarta, rasa2-nya sudah tembus 1M. Lha ini sampai 7 orang?

Bagaimana pendidikan, bagaimana kesehatan, bagaimana yang lain2?

Dulu pas masuk gw mau masuk kedokteran rasa2-nya bayar sekitar 30 juta-an. Terus dengar2 sekarang ada yang masuk kedokteran bayar hingga 300 juta (uni yang sama)? Iiih amit2 tak sudi kalau gw di-gituin.

"Ah nanti sekolahnya di negeri aja Dy...", ada yang pernah berkata begitu, ketika gw tanya bagaimana dia ngurusin sekolah anaknya.

Suatu eksklusifitas yang gw tidak bakal punya. Bukan bermaksud menjelek2-an sekolah negeri (walaupun maaf to say... memang jelek), tapi rasa2-nya kalau target adalah sesuatu yang sudah di-subsidi, seperti sudah mengambil hak orang lain.

Suatu kebijakan yang gw tidak terlalu suka dari pemerintah Indonesia.

Pendidikan murah, biaya kesehatan murah memang penting. Tapi lebih penting lagi adalah kesadaran bahwa segala yang disediakan itu harus diusahakan dan tidak jatuh dari langit.
Gw lebih setuju kalau subsidi hanya disediakan hingga batas anak kedua. Anak ketiga dan seterusnya seharusnya tidak menjadi tanggung jawab negara.
Fokus ke dua anak per penduduk dan bagaimana membangun sumber daya ini dengan benar dan sungguh2.

Pernah baca di satu media kalau KB itu adalah skenario zionis untuk membatasi populasi ... Ah sudahlah cape membacanya.

Kebijakan demografis bukanlah kebijakan instan, bikin kebijakan sekarang, dan langsung bisa melihat perubahan. No no.. lebih ke bikin kebijakan sekarang, 20-30 tahun baru bisa melihat perubahan.

Dan rasa2-nya 20-30 tahun lagi kita bisa melihat ecological disaster di mana2. Cool huh? Dan yang miskin yang terkena dampak paling besar. Tapi tenang, toh kita2 bakal sudah tua, obesitas, dan tinggal menunggu waktu saja. Tapi kalau punya anak yang pintar, waras, dan kritis mereka akan bertanya kenapa mewarisi dunia yang seperti ini?

Orang tua kita berkata bahwa mereka tidak tahu bahwa kita akan mewarisi dunia seperti ini. Dan rasa2-nya kita pun akan sama tolol-nya.
Kita akan berkata bahwa kita tidak bisa berbuat apapun. Hanya bisa bertahan hidup, mengikuti apa yang masyarakat mau.

Dulu ketika masih kecil, naik feri Lampung-Jakarta, bisa melihat lumba2 berenang di samping kapal. Ketika sudah besar, dan gw naik feri kembali dengan rute yang sama, gw hanya bisa melihat ubur2. Pertanda sudah ada sesuatu yang salah dengan laut.
Ada yang berkata bahwa sekarang sudah terlambat untuk berharap hidup harmonis dengan alam.

I am angry. Dan gw bingung dengan orang2 yang punya anak. What do you want for your kids to see in the future? This world? Or you always think there will be a better tomorrow?
Tomorrow will always be there, but it has to be built, and are we building it the correct way?

Kita perlu masa depan dimana orang2 bisa hidup bermartabat, dan yang jelas tidak miskin. Apakah sumber daya alam cukup untuk men-support kebutuhan ini? Dan kita juga berbagi dengan jutaan mahluk hidup lain yang juga perlu hidup bermartabat.

Skeptis dan bitter, gw selalu berpendapat.. punya anak karena pernikahan ga bakal survive without anak. Parents perlu sesuatu untuk dijadikan common goal... so both of the parents can struggle together. Kalo ga gitu ya bosen lah.. terus selingkuh deh.
Is it?? Yang gw lihat sih begitu, dan akhirnya si anak-lah yang menjadi korban.
Egois.

Sunday, October 23, 2011

Kado...

Semakin bertambah umur entah kenapa semakin sulit menghadiahi orang sesuatu.

Dulu rasanya ketika muda kita menerima banyak kado ketika ultah. Entah kenapa setelah dewasa paling2 hanya mentraktir, ucapan selamat, dan kalau ada kado itupun berupa makanan.

Ketika menikah pun sudah lazim hanya memberikan 'mentah'nya saja berupa amplop sogokan aparat keamanan.

Padahal sejujurnya gw masih mem-favorit-kan kado barang. Walaupun gw tahu hal ini merepotkan sekali. You just don't want to risk giving out trash to other people.
Walaupun untuk your enemy you definetly want to give trash.

Harus riset, orang yang akan diberi minat dan interest-nya di mana. Dan terkadang gw tidak bisa menemukan kado at all.

Ketika sepupu ultah minggu2 kemarin, dan pada akhirnya gw memutuskan akan mencari kado. Harus muter dulu satu dept. store, dan pada akhirnya gw memutuskan untuk melihat opsi jam tangan.

Secara yang mau dikasih anak cewe remaja, so gw skip merk2 terlalu dewasa seperti CK, Guess, Bur-ket, dll..
Ketika sales girl-nya bertanya mau ngasih siapa, gw menjawab anak cewe 15-16 tahun (umur aja gw lupa). Dan dia kemudian menunjukkan opsi2 pilihan yang mana menurut gw terlalu terlihat kekanak2-an.

Akhirnya mata gw terus tertuju ke satu jam tangan. Strap-nya sporty, tapi jam-nya analog. Kombinasi aktif dan sophisticated, which I like. Bukan jam tangan sport, lebih ke arah gaya, tapi masih mencerminkan gaya yang sporty ketimbang profesional.
Dan sayangnya kutukan mata gw adalah seperti yang dikatakan nyokap: "Mata lu pinter ngeliat barang bagus tapi ga pernah murah."
Gw merasa ragu sesaat. Kalau sweet 17 boleh lah ngasih begini, tapi kalau cuma ultah reguler 15 / 16 taon?

Tapi ya akhirnya what the hell... angkut juga itu jam tangan. Secara kalau gw cewe, gw angkut juga itu jam.

Daaaaan..... ketika akhirnya gw ngasih. Gw salah itung!!! It was sweet 17! OMG! What a nice co-incidence.
Kadang2 lu terheran2 dengan 'kebetulan2' aneh yang terjadi.

Monday, October 17, 2011

Back Then When The Life Was (not so) Simple...

What is, in your opinion, the most beautiful waltz?

Ketika menonton 'Enchanted', dan ketika Amy Adams dan Patrick Dempsey melakukan 'Kings and Queens waltz', temen2 cewe pada wuih wuih...klepek2..

Buat gw...  John McLaughlin memang luar biasa dengan 'So Close'-nya. Tapi.....

Entah kenapa scene itu mengingatkan gw pada...ok-lah gw memang sudah tua.

Remember 'Waterloo Bridge'? Film jadul entah kapan, but in my opinion this movie has the most beautiful waltz.. with the legendary song 'Auld Lang Syne'.


Gw pertama kali nonton.. hmm SMP kali yah, ketika masih belajar bahasa Inggris. Dan sebenarnya Roy merupakan karakter idola gw.. hemm.. entah berapa ribu kali gw kepingin jadi seperti dia.
Dan berkali2 juga gw juga membayangkan betapa indahnya kalau hidup ini di-shoot hitam dan putih.

.. sometimes gw hopelessly romantic. Gw nonton film ini dan nangis (tentunya diam2 di kamar). Dan gw tidak pernah lagi memandang rendah prostitute.

Entah kapan yah bisa dance waltz...tapi ketika hari sudah malam semua orang berhak untuk bermimpi.

Sunday, October 16, 2011

Pendidikan Jaman Sekarang

"Banyak pelanggannya? Hari ini berapa pelanggan?"
"Emm hari ini mas yang kedua, tadi pagi ada satu" begitu jawabnya.

Percakapan ini terjadi di tempat pijat "tidak benar", plus plus istilah gaulnya.
Dan langsung otak matematika gw berjalan. Kalau satu pelanggan = 500 rb, dua pelanggan berarti 1 jt. Ok-lah hitung kalau dia bawa pulang cuma 60%-nya = 600 rb. 3-5 pelanggan per bulan saja sudah lebih besar dari gaji fresh graduate S1 di Indo. Kalau dia konsisten 2 pelanggan/hari selama 30 hari, sudah gaji manager itu.

Dan memang begitu ditanya: "Kenapa ga kuliah?"
Jawabannya memang ke arah situ. Buat apa saya kuliah kalau gaji sarjana kecil? Keluar uang lagi.

Jujur gw speechless.

Ada teman gw lulusan Binus yang gajinya sekarang (yup sekarang): 1.5 juta per bulan.
Ada teman sarjana komputer membuka toko bangunan. Sarjana mesin berjualan baju. Dan pernah satu ketika gw memilih untuk berjualan saja ketimbang harus kembali bekerja profesional di Jakarta.

The money sucks..BIG time!

Kembali ke masalah pijat memijat "tidak benar".

Teringat dulu ketika berjalan-jalan di beberapa mal di Jakarta yang memang terkenal sebagai tempat mangkal gigolo. Well dengan beberapa teman kita mencoba untuk menebak2 dan ber-hiiii ria bersama. Memang ada yang betul2 jelas terlihat.. cowonya ganteng, tantenya kisut dan keriput.
Mereka hiiiii.... gw iri.

I want that life. Dan gw memandang dengan tatapan sangat iri. Hidup gw adalah tong gendut berjalan yang setiap hari harus menghapal rumus2 ga jelas yang kemudian hari ga bakal dipakai sama sekali.
But my life wasn't my choice back then. Menurut orang tua nilai fisika, matematika, dll lebih utama. Which is until today i find it not true.

Pendidikan...apakah itu mengajarkan jalan hidup? Ataukah hanya sebagai pabrik robot yang nantinya dipakai sebagai tenaga kerja murah?

Kenapa kita tidak boleh menjadi alternatif? Unik di tengah masyarakat yang serba robot?

Ada cerita lain. Seorang teman punya teman (yang mana memang gw pernah ketemu). Well dia memang ganteng (walaupun ga ganteng2 amat juga). Dan ceritanya adalah dia di-'piara' oleh salah satu pengusaha fashion ternama di Jakarta (which is .. yes cowo juga). Dia juga menjadi model poster2 yang ditempel oleh si pengusaha fashion ini di outlet2-nya.

Cool huh...

Mungkin hidup 'normal' seperti saat ini hanya untuk losers saja. Buat orang2 yang tidak keren yang harus duduk di cubicle Senin-Jumat. Dan kita berbangga karena kita 'normal'. Tapi sayang sekali tetap tidak keren.

It is not that in your life you can dream anything and work your way towards it.

Banyak orang yang bertanya2 kenapa gw selalu bermimpi untuk jadi yang aneh2

The answer is I feel bored. My parents and society answer for everything is to live normally and happily. Tapi gw tidak mau menjadi normal ketika semua orang normal! It's just plainly pathetic.
Dan mungkin tidak cuma gw yang merasa seperti ini. Buktinya film super hero selalu laris manis. Dari situ saja kita bisa melihat bahwa orang-orang normal hanya menjadi korban, menjerit-jerit ketika monster menyerang, dan akhirnya mati menggenaskan.
Can we dream to be a super hero? Or the bad guy? At least the bad guy died for something.

Dan gw menjadi orang yang bitter. Ketika sepupu gw nanya PR matematik-nya, gw memang masih bisa, dan gw ngajarin.. tapi gw bilang: "ngga ada gunanya...". I'm not a good influence for kids.

Ada teman yang bekerja jadi guru di dunia pendidikan. Dan seperti layaknya guru dia mengajarkan pada anak didiknya bahwa mencontek itu tidak baik dan tidak boleh.
Gw tertawa sedikit ketika berbicara dengan dia.. "tidak baik sih iya... tapi tidak boleh.. tunggu dulu. Tidak boleh kalau ketahuan..."
Ini bukan perkara moral, bukan perkara mencuri. Ini perkara jalan hidup.
Kalau jadi guru gw akan berkata: "Kalian boleh mencontek.. asal jangan ketahuan saya." Toh memang begitu orang hidup.
Mencontek.. mencuri... mengadaptasi. Asal tidak ketahuan, apa salahnya. Hanya orang bodoh yang mengais2 tanah untuk memulai dari 0.
Contoh? Rasanya banyak.. lihat saja Samsung dan Apple.



Di mata gw hanya tiga hal yang membuat dunia berputar: money, power, and sex. Bukan Tuhan, dan bukan moral.

Jujur tidak sampai hati gw, kalau sampai punya anak nanti, dan gw harus mengajarkan hal ini kepada dia. Dan mungkin lagi2 beginilah kesalahan orang tua. Kita ingin anak2 kita punya idealisme terhadap dunia, menjadi orang yang tidak sepahit orang tuanya yang banyak mengalami kekecewaan. Tapi begitu anak kita besar dan mengetahui bahwa kenyataan yang sesungguhnya tidaklah seindah mimpi.... lingkaran setan akan mulai berputar kembali.

Cina...

Menonton film '1911' kemarin, ada hal yang menarik. Terkisah ada perkataan bahwa orang Cina di perantauan selalu di-bully karena negara Cina lemah.
Terkisah pula ada teman dari Malaysia yang berkata: "You know what they said? You all can go back to China!"

Sekarang walaupun Cina sudah maju, namun apakah gw yang berwajah Cina bisa jalan dengan bangga? Rasanya tidak, karena gw masih orang Indonesia dan negara Indonesia masih seperti kentut.

Gw adalah generasi kedua di Indonesia, karena kakek dan nenek masih berasal dari Cina. Tapi apakah gw familiar dengan Cina? Sekali lagi kentut adalah jawabannya.
Rasanya untuk generasi gw, we call ourselves as Indonesian. Yang bisa bahasa Cina pun cuma secuil dua cuil orang. Gw tau kota, gunung, sungai, pantai di Indonesia, sedangkan yang di Cina sana.. boro2 tau.

Tapi gw harus bilang gw orang Cina, entah mau disebut etnis Tionghoa keq terserah. Sekarang gw setuju dengan bokap gw, harus seperti itu. It's an identity that can never ever be lost.
Dan Indonesia adalah tempat lahir, dan itupun adalah identitas yang tidak akan pernah hilang. Bagaimanapun sepanjang perjalanan hidup selalu ada serpihan kenangan yang tersebar di mana2.

Dulu gw sering menyesal menjadi orang Cina, bukan apa.. cuma sering digebukin dan di-"palak". Selalu protes ke ortu kenapa harus terlahir sebagai orang Cina. Egois memang, karena jika gw mengalami hal seperti itu, mereka juga tentu mengalami hal serupa.
Dan mereka selalu bilang "jika besar nanti, kamu akan tahu betapa beruntungnya jadi orang Cina."

Which is true. Orang yang gebukin dan malak gw, entah jadi apa mereka sekarang. Tapi yang jelas gw menjadi lebih kuat dari yang dulu. Dan gw menyadari betapa beruntungnya punya tampang Cina. Tampang tidak bisa diubah, tapi attitude selalu bisa.

Ketika kerusuhan London masuk berita, banyak rekan2 yang mengait2-kan dengan kerusuhan 1998. Dan ada satu opini yang ditulis oleh salah satu reporter kenamaan Indonesia yang menyamakan kerusuhan London dengan 1998. Masalah ekonomi katanya.

Tapi, buat kita2 sebagai saksi hidup peristiwa tersebut, ini adalah hal yang tidak sama. 1998 memang disebabkan oleh masalah ekonomi, politik, dll. Tapi ini adalah kerusuhan yang menargetkan etnis... huff...Cina. Gw bilang ke rekan2 gw: "We forgive, but we will not forget". Dan selama gw hidup, gw akan tetap menceritakan hal yang sama.

Di mana gw waktu itu? Berjalan kaki pulang Ebtanas dari sekolah ke rumah karena tidak ada satupun angkot yang beroperasi. Dan gw tidak akan pernah lupa bagaimana tatapan orang2 sepanjang jalan terhadap muka full Cina gw.
Ketika itu sudah 5 tahun gw tinggal di Tangerang, dan hanya di hari itu gw melihat wajah orang2 yang seperti melihat alien melintas. Ketika sampai di rumah, sudah ada hadiah batu di tempat tidur gw.

"Indonesia will not be able to survive the second one." Begitu yang gw katakan, ketika ada yang menanyakan apakah gw sekarang masih khawatir kejadian serupa. 1998 yang pertama masih menyisakan banyak hal sampai sekarang.

Banyak dari kita... sisa2 1998, no longer call Indonesia home. Dan beberapa dari mereka adalah orang2 yang gw tahu benar2 berkualitas. Dan banyak juga dari kita, sisa2 1998, yang selalu bersiap2 lari ke luar negeri. The trauma is still there, it will heal with time, but currently it is there.

Ketika kuliah, gw masuk universitas negeri. Itupun dengan berjaga2 karena pasti bisa masuk swasta. Ketika itu gw sudah berubah, gw sudah menjadi orang yang "What the heck...". Gw akan memberikan ini kesempatan, just to take a look.

Sejenak gw berusaha untuk beradaptasi dengan nilai2 "luhur". Hingga akhirnya ambruk juga. Gw adalah gw. Gw bangga dengan nilai2 yang gw punya. Mau itu kata individualistis, kapitalisme, kebarat2-an. Persetan. Mau mengharapkan gw kompromistis dengan nilai2 "luhur nan ketimur2-an"? Aduh sakit kepala, secara munafik banget gethu loooh.

Tentu hal ini mengakibatkan gw tidak bisa menjadi tokoh terkemuka di kampus. Tapi pada akhirnya gw merasa hidup gw menjadi lebih kaya karena gw menjadi mengerti sisi pandang yang berbeda. Dan.... gw juga bisa melihat ada teman2 yang mulai melihat dari sisi pandang gw.
Pertama kali gw masuk institusi negeri, entah kapan kedua kalinya.

Dan ketika mencari kerja, gw menjadi naif dan lugu. Bermimpi bahwa gw bisa masuk ke semua perusahaan. But apparently not. Ya contoh sajalah... boro2 gw jadi PNS.
Ada yang langsung memberikan tawaran, dan ada juga yang menolak. Yang langsung memberikan tawaran adalah... hemm.. Cina oriented. Kembali ke dunia nyata.

Mengingat masa dulu.
Ketika almarhum kakek disebut sebagai pahlawan di Jambi. Menurut cerita dia membantu pejuang dengan menyelundupkan logistik secara waktu itu dia memiliki armada kapal dagang. Keluarga mendapat tawaran untuk memindahkan kuburan ke TMP, yang mana keluarga menolak karena di TMP tidak bisa bakar2-an kertas atau sembahyang pakai hio.

Gw masih kecil ketika dia meninggal, jadi ga sempat tanya2. Apa yang dia lihat dari negara ini?

Generasi gw sudah semakin menua. Ini adalah generasi Cina yang menyebut Indonesia sebagai rumah, pintar bahasa Indonesia, dan tidak bisa berbahasa Cina.

Generasi yang lebih muda? Dan generasi ketiga yang mulai muncul? Sayang sekali mereka adalah generasi yang akan berorientasi ke Singapura, Malaysia, Korea, Hongkong, Shanghai, Beijing, dan Taiwan.
Tanyakan kepada generasi gw, apakah akan membiarkan anak2 kita tidak bisa bahasa Cina? Tentu saja tidak. Dari sekarang saja kita sudah bisa melihat bahwa penguasaan bahasa Far East adalah penting.
We are going to make sure they will know Chinese.

For Indonesia, again... they must know. You can't change the wind, but you can always adjust the sail. And you must never be late in adjusting the sail.
Sekarang adalah masa yang kritis. Integrasi atau hancur berantakan. Mau maju mengalahkan Singapura, Malaysia, India, dan bahkan Cina? Bagaimana mungkin jika cuma segelintir yang maju? Sementara negara lain semua komponen maju bersama?
Unfortunately there isn't much time for this. As the world is getting seamless, so is the people. Dan kita masih saja menghabiskan waktu dan energi untuk bertengkar satu dengan lainnya.

Adalah mimpi untuk bisa berkata "Saya orang Indonesia" tanpa disangka teroris, buruh ataupun pembantu.

Walaupun untuk hal ini gw punya kartu privilege karena dalam beberapa kesempatan selalu dikenalkan sebagai: "He is an Indonesian, but he is a Chinese." Gw tidak mengerti mengapa harus ada kata "but", tapi sepertinya itu membuat segala sesuatu berjalan lebih lancar. Oooo yeah...

Someday we will remove the "but" word, or I should change the nationality name.

Tuesday, October 04, 2011

Gaul Selera Jadul

Banyak yang bertanya2 kenapa selera gw tidak mencerminkan penampilan dan gaya (halah... padahal penampilan biasa2 saja).

Kenapa gw senang dengan kejadulan, entahlah.. mungkin pengaruh umur yang sudah semakin tua.

Ketika masih muda dan kuliah di Singapur dulu dan masih jaman bekerja malam2, ada teman yang menyetel lagu 'Nyanyian Rindu'-nya Ebiet, dan dia terkaget2 ketika gw bisa "ikut bernyanyi".
"Gila lu bisa hapal liriknya!"...ooh jelas...seluruh lagu pun hapal.

Lagunya ngga jadul2 amat, tapi mungkin label 'jadul' sudah menempel pada Ebiet. Padahal menurut gw dia salah satu musisi jenius Indonesia, dengan Iwan Fals. Dan gw mesti mengakui: I'm a fans!
 
Memang dulu pas masih muda... huuu apa2-an itu. Labelnya lebih parah: lagu pembantu! Rasanya ga jaman banget, apalagi dengan demam boysband + Bon Jovi. Cuma pembantu gw sering denger.
Tapi entah kapan koq rasanya bagus yak... gw bahkan mendengarkan kembali lagu Nike Ardilla.

Di lagu2 jadul ada kenangan, yang terkadang nyaman diingat kembali. Ketika bernyanyi dengan pembantu, liburan keluarga, menyusuri jalan2 Sumatera ketika bekerja dulu, bernyanyi bersama dengan teman2 ketika perpisahan dulu, sinetron favorit, etc.

Gw suka jadul karena ada cerita yang luar biasa dan benar2 terjadi dan jadul adalah saksi mata yang masih hidup.

Ketika menatap surat masuk Indonesia milik almarhum Kakek dan Nenek, ada cerita dibalik sejarah keluarga ini di Indonesia.
Akte anak luar nikah milik bonyok, ada cerita mengapa mereka disebut sebagai anak diluar nikah.

Gw masih ingat ketika gw dulu menemukan kardus penuh berisi Intisari koleksi bokap dari masa2 dia dulu. Setiap sore gw selalu duduk dan membaca satu persatu dengan penuh semangat.
Ada cerita mengenai letusan gunung Kelud, perang kimia entah di mana, cerita2 yang sebenarnya tidak pernah diceritakan kembali di masa gw.

It is not wise to live in the past, but sometimes you can relax a bit, take a rest from the present, stop worrying about the future and listen to the story from it.

Sunday, October 02, 2011

Flee or Flight

Ketubruk kartu pos ini. Spesial? Perangkonya sih tidak, gambarnya sih tidak. Tapi cap-nya iya. Sedikit norak memang, tapi ini benda pos pertama gw yang berasal dari Kitty Hawk North Carolina.

Loh Kitty Hawk bukannya nama carrier? Yee... carrier dinamakan berdasarkan nama kota. Terus kenapa dengan kota itu. Ya kalau belajar sejarah dunia dan bukan sejarah bulan tentu tahu kalau Kitty Hawk adalah kota dimana Wright bersaudara melakukan penerbangan pertamanya. It is the city of the first flight.


Wright bersaudara pertama kali terbang 17 December 1903. Dan hanya dalam 8 tahun penerbangan sudah menyebar luas ke seluruh dunia.

Hongkong pada 18 Maret 1911.


Singapur lebih awal 2 hari pada 16 Maret 1911.


Dan Inggris pada 9 September 1911 sudah meluncurkan pos udara.


Sepuluh tahun dari 1911 --> 1921, Amerika sudah melakukan penerbangan coast to coast untuk air mail servicenya.


Indonesia entah kemana, perlu riset lebih lanjut. Tapi perlu dicatat bahwa Singapur menyebut penerbangan komersial pertamanya pada 11 Februari 1930 tiba di Seletar Airport adalah dari Batavia.

It is just amazing, hanya dalam 8 tahun.. dari Amerika hingga tiba di Asia.

Thursday, September 29, 2011

The Lesson...

Ada anak kecil norak: "Ciaat... kebaikan pasti menang melawan kejahatan!"

Dalam hati: "ckckck...masih polos (baca: goblok) ini anak".

Kebaikan dan kejahatan bukanlah perkara absolut kebaikan dan kejahatan. Tapi meyakinkan masyarakat luas bagaimana baik dan jahat itu.

Jadi yang baik bisa jadi jahat dan yang jahat bisa jadi baik selama sosial menerima? Ya sudah tentu. Contoh saja hukuman mati, di satu sisi dunia bisa dianggap jahat dan tidak manusiawi, di satu sisi dunia lain... oh begitu baiknya untuk masyarakat, bahkan di-idam2-kan selalu.

Dan sebenarnya pengadilan pun adalah perkara bagaimana merepresentasikan dan meyakinkan dalam hal ini juri untuk berpihak ke salah satu pihak.

Adakah istilah yang baik menang melawan yang jahat? Tambah kentut lagi.

Memang di cerita2 jagoan yang baik selalu datang dan menghajar yang jahat. Dan akhirnya kejahatan hancur berantakan. Apakah artinya yang jahat kalah?

Inilah kerennya kejahatan. It will not win, but it will corrupt the champion. Pelajaran dari Diablo. Menurut perkataan Lord Acton: "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men."

Champion, they all are powerful men and women. And every person has his/her own price, whatever it is.

Mungkin ada yang tidak terbeli, seperti nabi2, but well... They already ate the dust.

Jadi anak kecil yang bodoh, masihkah engkau berpihak kepada kebaikan?

Gw dari kecil selalu bercita2 jadi penjahat dan merancang monster2 yang akan menghancurkan dunia.

Jadi apakah kebaikan kalah?

Di sinilah anak kecil salah.

Kebaikan tidak menang dalam kemegahan. Nope it will not do. Dia akan menang dalam kesederhanaan dan kerendah-hatian dimana tidak ada seorang pun yang menyadari.
Kenapa begitu? Karena begitu dia besar... kembali dia akan corrupt dan menuju kejahatan.

Dan disinilah kesulitan menjadi orang baik, sehingga orang baik langka di dunia ini.

Sunday, September 25, 2011

Film (Semi Porno) Indonesia!

Akhirnya satu maha karya lagi dari KKD yang telah lama ditunggu2 keluar juga: Pacar Hantu Perawan. Terkisah 'spoiler' tentang film ini telah lama mengguncang jagat pergosipan tanah air dengan berita 'nyeplak'-nya payudara salah satu aktris ternama tanah air. Dan kemudian tanggal penayangan film ini di pasar harus ditunda menunggu selesainya bulan Ramadhan.

Dan setelah bulan Ramadhan selesai, dan setan2 kembali dilepas bebas, maka film ini akan mengisi relung2 kehausan penggemar film di tanah air. Tidak tanggung2 dalam film ini KKD juga memasang nama 'mantan' aktris porno bule (yang harus diakui bahwa ehm.. 'properti kembar'-nya begitu menginspirasi) dan model dewasa Filipina.

Kenapa KKD begitu gemar memproduksi film dengan genre seperti 'ini'? Yang dimaksut dengan 'ini' adalah campur sari antara horor bosanan, kualitas 'properti' pemain yang asoy geboy, alur cerita yang tidak jelas, dan kualitas akting kelas amatir.
Dijawab oleh KKD dalam suatu kesempatan bahwa ia hanya memproduksi film yang laku di pasar, dan film2-nya sangat digemari oleh masyarakat pinggiran Jakarta, dan bahkan laku dalam bentuk DVD di kancah mancanegara.

Sudah tentu sebagai masyarakat Indonesia gw merasa berbangga hati.

Tapi juga bingung di satu sisi, ini selera film apa2-an? Tapi juga yaah.. yang namanya selera tidak bisa dipaksakan.

Teringat dulu ketika menonton Star Trek: First Contact. Astaga naga.. jumlah penonton di dalam bioskop bisa dihitung dengan jari tangan! Padahal gw waktu itu nontonnya di awal2 penayangan. Dan padahal juga di film ini Kapten Picard dengan terkenalnya berkata: "The line must be drawn here!" Memang waktu itu gw juga nonton sendiri karena teman2 pada "pusing" pas diajak nonton Star Trek, katanya ceritanya memusingkan.

Ketika tinggal di Lampung dulu, alamak! Yang namanya bioskop 21 cuma muter film2 lokal. Begitu cinta tanah airnya sehingga setiap minggu gw terpaksa nonton film pocong dan kuntilanak.

Dan harus diakui terkadang interpretasi seorang terhadap film bisa berbeda dengan orang lainnya.

Ketika menonton film cinta religi terkenal berjudul "Ayat-ayat Cinta". Gw sempet terheran2 dengan bapak2 yang sraaat-sroooot...... duduk di sebelah gw, berkumis pula. Begitu gw tanya dengan teman gw yang wanita, malah gw dibilangin "Tidak mengerti arti cinta sejati."

Excuse me! Yang gw lihat adalah jelas2 pasangan yang memperalat seorang wanita sakit. Semacam: "Ya udahlah gw rela berbagi sama kamu sepiring berdua daripada masakan semuanya angus dan ga kemakan, toh lu (untungnya) mati juga". Cinta sejati dari Hongkong! Itu jelas2 cinta dengan intention.

Aneh memang, mungkin jalan pemikiran tidak sama dengan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Dan gw bertanya2 mengapa film2 yang notabene "agak" bermutu, dan sopan2 saja seperti "?" dan 2012 begitu gencar dikecam, bahkan majelis keagamaan ternama perlu turun tangan mengeluarkan "rekomendasi"-nya.

Film memang membawa cerita dan ide (dengan eksepsi film2 KKD). Dan alangkah baiknya masyarakat menjadi pintar bersama daripada sekelompok orang yang mengaku pintar mendikte orang lain yang "kurang" pintar.
Kalau begini ya jadinya bego semua....

Film2 Indonesia yang bagus sebenarnya membawa nilai2 yang melawan arus:
Arisan, AADC, Laskar Pelangi, Gie, dan bahkan Jelangkung.
Ada yang salah? Tidak.. justru hal2 inilah yang membuat film menjadi menarik.

Untuk saat ini mari kita berandai2.. artis porno mana lagi yang akan tayang di tanah air. Dan mungkin hanya satu kata untuk menggambarkan masyarakat Indonesia: "munafik".

Thursday, September 15, 2011

Tanda-tanda

Akhir jaman sudah dekat? Yup setidaknya bagi Pos Indonesia.

Masih ingat penerbitan perangko bersama Indonesia-Malaysia bulan Agustus lalu?
Kebetulan gw mengadakan perjanjian dengan rekan di Malaysia untuk saling bertukar perangko (penting sih kaga, ya tapi demi pertemanan lah...).

Jadi ketika ketemu bonyok di Malaysia gw minta tolong dibawain paket kiriman filateli terakhir.

Dan hasilnya? Ini perbandingannya:

Don't worry gw cukup profesional. Dua-duanya gw ambil dari miniature sheet, dan gw scan dengan setting yang sama.

Kesalahan FATAL! Ini apa2-an?!?! Kurang tinta apa? Demi harga diri bangsa mending jangan maen2 deh di joint issue seperti ini. Aduh malu aku malu...pada semut merah...

Awalnya gw pikir koq aneh karena gw nyaris ngga bisa baca nama latin ayam merah di perangko Indo (Gallus gallus). Harus dilihat dekaaaaaat sekali. Padahal melihat yang versi Malaysia koq rasanya gampang2 saja (soalnya gw akuisisi sheet Malaysia duluan).

Dan tampaknya gejala kurang tinta bukan cuma pada edisi ini saja. Datang bersama paket itu, sampul hari pertama lain untuk edisi sebelumnya: Gemarikan (Gemar Makan Ikan). Pas sebelum membeli saja sudah mendengus, setelah melihat...ooh ingin menangis.


WT*? Nominal 5000 bo... kertas kecil imut, gambar blur2 (mungkin harus pakai kacamata 3D).
Sebagai perbandingan perangko Your Singapore hari terbit kemarin, setting scanner yang sama:


Kaga kebayang ada negara dengan "colour scheme" segila Indonesia. Dan sebagai perbandingan nilai: 1st local di Singapur = 0.26 SGD = Rp. 1820 (dengan kurs 7000). Jadi ada cerita kemurahan?

Padahal filateli sekarang sudah semakin langka. Pos2 di seluruh dunia juga sudah menyadari bahwa harus menarik minat anak2 muda sekarang, atau punah sama sekali.
Mayoritas filatelis sekarang adalah orang2 tua, atau orang2 yang mengunjungi kembali hobi masa kecilnya (seperti gw).

Dan kalau perangko2-nya model murahan gitu? Aduh...

Entah kenapa dengan Pos Indonesia. Padahal dulu bagus loh.

Kemarin gw mengawasi ebay untuk satu item legendaris Pos Indonesia: WWF 1989 (Pongo pygmaeus).
Sold for $US103! Not to me...hiks... already above my budget at US100. Dan bahkan pemenangnya add bid di detik2 terakhir lagi... benar2 agresif.

Perangko is ok, but the souvenir sheets worth really2 alot. Dan untuk kasus ini ditambah lagi post mark dan registered mail.

Honestly speaking, perangkonya benar2 cantik dan elegan. Dan yang jelas tidak kurang tinta.

Monday, September 12, 2011

Imagine

Sejak jaman dahulu kala (sebelum gw lahir soalnya), seorang musisi legendaris menyanyikan lagu yang legendaris: Imagine.

Salah satu lagu bule pertama yang membuat gw semangat belajar bahasa Inggris.

Dan salah satu hal yang disebut untuk dicoret dalam lagu tsb adalah.. well lirik aslinya:
"....
And no religion too
....
"

Penjelasan? Well diambil dari sini:

John Lennon, singer. Famously sang "and no religion too" in his song, "Imagine". Lennon commented that the song was "an anti-religious, anti-nationalistic, anti-conventional, anti-capitalistic song, but because it's sugar-coated, it's accepted." However, John Lennon also later stated "I'm not anti-God, anti-Christ or anti-religion. I was not saying we are greater or better. I believe in God, but not as one thing, not as an old man in the sky. I'm sorry I said it, really."

Yang mana kemudian banyak diartikan orang2 bahwa yang dimaksud John Lennon adalah no ORGANIZED religion too. Bahwa dunia lebih baik tanpa organized religion.

Sayangnya dalam hal ini gw setuju. Gw tidak percaya bahwa ada satu orang yang lebih mengerti tentang Tuhan sehingga dia bisa memimpin orang lain, dan bahkan lebih jauh dari itu, mendikte pola pikir dan segala tingkah lakunya.

Mau orang tersebut berdoa 28 jam sehari, hafal semua ayat kitab suci, pergi ke tempat suci 366 hari setahun. Apakah ini berarti orang tersebut lebih mengerti Tuhan? Bagi gw satu kata jawaban: No.

Jadi apakah kita perlu pemuka2 agama? Apakah untuk mengalami Tuhan kita perlu ke gereja setiap minggu? Ini adalah pertanyaan yang harus dijawab.
Bahwa tindak tanduk kita didasarkan pada interpretasi Tuhan oleh pemuka2 agama, dan komunitas instead of pemahaman pribadi kita sendiri akan Tuhan.
Dan mereka dengan cerdiknya menakut2i orang, jika pemahaman-mu tidak seperti ini, maka murtad, dosa, dan lain sebagainya?
Dan kita menjadi tidak percaya diri akan pemahaman pribadi kita akan Tuhan?

Kalau ada seorang mengatakan Tuhan itu jahat. Maka rame2 orang mengatakan.. "Huss jangan bilang begitu... Tuhan itu baik".
Apakah orang rame2 itu mengalami hidup seperti yang dijalani orang yang mengatakan Tuhan itu jahat? Sedetikpun tidak.
Kenapa tidak boleh mengatakan Tuhan itu jahat? Apa salahnya? Kalau memang jahat mengapa harus dikatakan baik?

Sayangnya seribu sayang, pola pikir keagamaan sekarang membuat orang ngikut saja dan malas berpikir hal2 seperti ini.

Bisa ditebak baunya kemana... kekuasaan. Dengan begitu pemuka agama punya kekuasaan, gereja juga punya kekuasaan. People give them the power, and they want to maintain it. Money? Hahaha.. ujung2-nya ke sana juga.

Di bawah organized religion, agama kembali menjadi monopoli dan alat permainan kekuasaan. Bukan lagi saluran vertikal bagi seseorang untuk intim dengan Tuhan. In fact orang2 besar dalam agama, mereka keluar dari organized religion. Tidak percaya? Ada satu contoh nama besar: Jesus.

??? Silahkan lihat bagaimana Dia keluar dari mainstream Judaism pada masa itu.

The world is a better place without organized religion. And I am a dreamer too...

Sunday, September 11, 2011

Smurf

Smurf is on the big screen!

Tapi apakah ada yang tahu berapa umur Smurf?? Tebakan pintar gw adalah 53 tahun! Karena 2008 adalah 50 tahun Smurf.


Dari Belgia, negara yang cukup "fanatik" dengan perangko2 kartun. Sayangnya gw ga punya yang Tintin >.<. Kaga ada teman lagi buat dititipin, sementara beli di secondary market mahalnya minta ampun.

Indahnya Malaysia (?)

Ini weekend pertama setelah combo 2 weekend mondar mandir Singapur-Malaysia. Lumayanlah bisa nyante dan taroh perut sekejap.

Libur lebaran kemarin harus nemenin bokap dan nyokap ke Melaka-KL-Genting-Melaka dan berakhir dengan operasi prostat kedua di Melaka. So akhirnya gw tinggal mereka di Melaka, dan hari Sabtu kemarin mereka baru pulang ke Jakarta.

Cape? Combo weekend sebelum libur lebaran, gw baru pulang dari Penang-Ipoh-Penang. Duhai...

Dan si bokap, pertama kali ke Malaysia, berkata: bagus juga yah Malaysia. Dan nyokap gw langsung nyeletuk kalau gw pernah bilang kalau suatu saat bagus juga pensiun di Malaysia.

Sedikit gambaran... gw ga ada sedikitpun gambaran tentang KL, tapi gw survive naik bus dari Singapur ke KL dan kemudian ke KLIA. Sebagian besar trip dengan ortu pun kita naik transportasi umum instead taksi (hanya dua kali naik taksi dari KLIA-Melaka, dan KL-Genting). Gw pulang dari Melaka ke Sing pun naik bus saja.

Bayangkan kalau ada teman gw nyampe di Jakarta (Pulo Gadung misalnya) dan dia mau ke Bandara Soekarno-Hatta naik public transport. Astaga ampyun.... gw ga kebayang ngasih tau direction-nya. Paling harus naik bus way ke Gambir terus nyambung bus Damri yang syukur2 ada ke Bandara. Intinya... you don't want to mess with Jakarta public transportation system. It's only for the expert and strong hearted one!

Sama2 kota metropolitan, tapi yang satu tidak ada satupun kebijakan publik yang jalan (tebak yang mana).

Dan kemarin kita ngomong2 dengan teman dari Malaysia juga. Gw ngomong: you times Malaysia two and you got Indonesia. Dan dia ngomong: Times two? Where got?
Eh? Gw memang ga update populasi Malaysia, tapi gw update populasi Indonesia: 230 juta!
Dan begitu cek populasi Malaysia...eeek! Kali sembilan sampai sepuluh kali.

Olala....tidak heran kita eksportir pembantu ke negara orang. Istilah kerennya tenaga kerja instead of human trafficking. Padahal sih sebenernya bau2-nya ya begitu juga.

Di perbincangan yang lain, gw ngomong kalau sebenarnya gw masih pingin balik ke Indonesia, 'coz I love Indonesia.
Dan ada yang bertanya: Kalau seandainya gw punya keluarga, dan segala sesuatu bukan lagi tentang gw, dimana tempat yang gw mau untuk membesarkan anak2 dan keluarga gw?
Hyuks.... dengan berat hati dan sejujur2-nya gw menjawab... bukan Indonesia.

Malaysia saja punya General Certificate of Education (GCE) yang notabene dibawah pengawasan Inggris sono. Sementara Indonesia masih pontang panting dengan UN mau 4.5 keq, mau 5 keq, mau 5.5 keq. Rasanya udah mau kiamat... pake doa2 massal segala.
Plis deh...

Ok lah dulu Ebtanas gw juga mepet2 ga lulus.. kira2 6 koma tapi untuk PPKN dan B. Indonesia. Dua2nya ga penting binti ke laut. Don't care!
Dan menurut gw bahasa Indonesia lebih sulit dari bahasa Inggris.. gara2? Pengajarannya ga terstruktur. Satu guru bisa ngomong A, guru lain bisa ngomong B. Konferensi bahasa Indonesia yang dulu bikin "KBBI" sudah ga pernah kedengeran lagi. Yah lama2 ganti bahasa 4l4y dan gaoul.
PPKN apalagi yuuk...

Apakah serta merta Indonesia kalah? Huh.. no way!
Gw kemarin sempat berbangga hati karena orang Malaysia ga tau Tony Roma's! Gw kaget sekaget2-nya! Hah! Kaga tau Tony Roma's?!?!
Kayanya gara2 mereka serve pork deh... tapi masa sampe sebegitunya. Di Indo aja: di Jakarta ada satu, di Bandung ada satu.
Dan kata mereka yup sebegitunya. Dan mereka bercerita bagaimana Pocky di Malaysia harus berganti nama jadi Rocky semata2 karena Pocky berbunyi seperti "Porky".

Padahal gw bingung juga dengan Malaysia. Gw pernah liat ada keluarga berbuka puasa di TGIF. Plis deh... walaupun mereka ga serve pork, tapi kaga liat apa meja gw pada ada wine dan whiskey? I don't expect that same behaviour to happen in Indonesia.

Tapi ada tiga tempat lagi yang jadi inceran gw, dan belum ada kesempatan melihat: Vietnam, Thailand dan Australi (dua dari tiga ini udah produksi bokep profesional loooh). Dan maksut gw melihat adalah bukan semata2 jadi turis. Tapi terlibat dalam pekerjaan dan daily life.
Mungkin di sana lebih bagus?

Saturday, August 13, 2011

My Favourite Minister vs. Piracy

Hanya beberapa hari yang lalu, Pak Menteri terhormat favorit gw (yang menurut gw lebih sensasional ketimbang kapabel) masuk berita torrentfreak. Judulnya begini:

Government To Block Sharing Sites, But Music Biz Must Cut Prices.

Sudah bisa ditebaklah baunya kemana. Tapi perlu diambil catatan bahwa beberapa waktu sebelumnya torrenfreak juga pernah mengangkat berita bahwa Malaysia memerintahkan kepada ISP2-nya untuk memblok PirateBay, torrent indexer yang di satu pihak dianggap sebagai penjahat dan di pihak lain dianggap sebagai pahlawan. Tergantung mau dilihat dari sisi mana.

Personally gw berada di sisi yang menganggap mereka sebagai pahlawan, and I wish them all the best. Gosipnya USA sampai mengancam mengeluarkan Sweden dari WTO hanya untuk membawa mereka ke pengadilan. Dan ketika digrebek PirateBay sempat down, tapi dalam hitungan menit sudah up kembali dari tempat lain. Luar biasa!

Dahulu kita hidup dengan klausul: "Kalau tidak bisa punya janganlah mencuri". Sayangnya di era informasi klausul ini bergeser menjadi "Kalau tidak bisa punya, harus bisa punya dengan cara apapun".
Dan tidak, hal ini tidak bisa dirubah karena informasi menjadi sesuatu yang krusial, penting, dan globally available.

Adalah kita dulu hidup dengan masa informasi terkontrol dan sulit diduplikasi. Contoh saja dulu di Indonesia satu2-nya sumber berita adalah "Dunia Dalam Berita", "Laporan Khusus", dan koran "Kompas". Mengapa? Simpel.. karena kita tidak punya teknologi untuk membuat dan mendistribusikan informasi.
Sekarang? Sudah jauh berbeda. Teknologi untuk ini ada di mana2. Dan orang2 yang kehilangan kontrol mulai merasa tidak nyaman.

Ambil contoh ketika dulu beredar film "Fitna" yang dikatakan menghina agama Islam. Pemerintah Indonesia dengan sigapnya mengirim surat kepada Google untuk memblok video tsb di Youtube kepada koneksi internet dari Indonesia. Apakah ini cukup?
Maaf seribu maaf, karena saya kepingin nonton, maka dengan memakai proxy dengan sekejap gw sudah keluar di Jerman dan Youtube memutar video tersebut dengan senang hati.

Apa yang mau dikatakan di sini? Musik adalah media, media adalah informasi, dan kembali kepada klausul awal: kalau tidak tersedia, orang akan memperoleh dengan cara apapun. Dan disinilah landscape IT mengubah segalanya.

Ketidaktersediaan bisa diakibatkan berbagai aspek, ya harga salah satunya, tapi salah dua dan salah tiganya masih banyak: sensor, supplier yang enggan membawa masuk, ketidakcocokan format, dll.

Kalau sekarang gw disuruh beli DVD asli di Indo, lalu disuruh ngeliat layar biru dengan tanda tangan Titi Said (sekarang udah ganti sih.. tapi lupa siapa yang baru). Sori demori...GW GA SUDI! Gw bayar mahal2 untuk beli film yang orang2 itu seenak jidatnya motong sana sini? Gw termasuk salah satu orang yang mendukung badan sensor sebaiknya ke laut. Rating is ok, boleh kontrol ini film untuk dewasa, remaja, segala umur, dll. Boleh buat peraturan: pengusaha bioskop boleh didenda apabila memperbolehkan orang masuk ga sesuai kategori film, boleh juga periksa KTP. Tapi ga boleh motong2 sana sini!

Belum lagi ada beberapa film yang ga bisa "masuk" karena kepentok isu2 sensitif ya SARAS (SARA+Seksualitas) itu lah...Lantas apa yang harus dilakukan? Ga nonton?? Alamak...orang2 SARAS itu goblok..bisa2 kita jadi ikutan goblok.

Ketika muda dulu gw pergi ke DT Dago. Ngeliat album DEEN, langsung pulangnya ga bisa tidur. Mahal... tapi keburu sudah nge-fans secara mereka muncul sebagai soundtrack di Tales of Destiny. Sebelumnya sudah punya MP3-nya (bajakan) tapi secara sudah ngefans berat (duile...) sama DEEN ya tetap beli albumnya.
Apa moral ceritanya? Rasanya gw ditipu sama DT. Ngebandingin harga sama A, duh lumayan jauh bo.... Ya tapi hadiah hiburannya untung semua tracknya bagus.

Jadi di sini gw mengeluh harga. Apakah gw mengeluhkan harga lagu2 DEEN? Tidak.. gw meragukan efisiensi DT dalam mengelola harga ketimbang A. Dan karena seribu beribu sayang A waktu itu tidak menerima kartu kredit Indonesia, dan mungkin boro2 ship ke Indonesia.. ya sudah lupakan sajalah.

Kemudian muncul Daughtry dengan "Home". Secara gw nge-fans sama Daughtry sejak dari AI (gw ga nonton lagi sejak dia pulang)... ya gw beli albumnya. Alamak..yang bagus cuma "Home" itu doang... =(. Kan andai gw bisa nyoba denger trial albumnya dulu... or gw bisa beli single "Home" doang.

Kemudian muncul lagi DEEN dengan "Kono Mama Kimi Dake Wo Ubaisaritai" (gw waktu itu ga denger satu kali sehari langsung ga enak badan gitu deh), dan pada masa2 ini...sudahlah boro2 DT stock lagi. Kalau mau beli waktu itu best shot adalah ke W, tapi harus berhadapan dengan tumpukan DEEN yang penuh dengan tulisan2 Jepun, dan Mba2 yang ga ngerti.. Then how??

Andaikan gw bisa tahu sebelumnya apakah mereka punya barang ini apa ngga tanpa harus langsung menuju ke lokasi.

Jadi banyak aspek lain selain harga.

Sampai sekarang gw selalu meluangkan waktu untuk "Youtubing" untuk mendengarkan "Top of the World" by Carpenters (IMO Karen is a lady with prettiest smile). Gw punya albumnya...tapi ga praktis juga bawa2 dari Indo kemari. Mau ditaroh di mana di Singapur yang sempit ini. Kadang unbelievable... lagu dari jaman gw belum lahir... masih keren sampai sekarang.

Jadi Pak Menteri...how can you address my issues? Gw punya duid.. gw mau belanja, but i expect more fairness.. especially di dunia informasi seperti sekarang ini.
Failure to fulfill my demand, misalnya DVD masih terus2-an disensor, maafkan saja kalau saya berpaling ke sumber lain.
Anda pajak terlalu tinggi? Maaf saja bila saya berpaling ke sumber lain.
Anda tidak bisa menyediakan media tepat waktu? Maaf juga bila saya berpaling ke sumber lain.
Toh internet is an open world. Blok sana sini malah bikin tambah repot dan tidak menyelesaikan masalah. Anda sendiri yang mengatakan "mustahil" untuk memblok 100% situs pornografi.

Dan bagi gw ... NO ini bukan moral issue. Bahkan lebih mustahil ketika lu dipaksa untuk menuruti nilai2 yang memang tidak logis, tidak masuk akal, dan menuju ke pembodohan di era globalisasi seperti saat ini.

Adalah hasil pembajakan ketika gw pertama kali mendengar "Top of the World" nya Carpenters. Dan betapa kagetnya ortu gw ketika gw mengambil CD itu di toko musik. Bagaimana gw bisa tahu? Dua generasi mendengarkan lagu yang sama...

I would say... without piracy... so much thing will be lost. Masyarakat terpaksa tunduk kepada nilai2 yang disuapi secara paksa. Bagaimana bisa menilai sebuah film hanya dengan trailer sepanjang 15 detik? Bagaimana bisa memilih sebuah album hanya dengan 1 single? Gw beli komik harus invest dulu di No. 1 baru bisa menilai ini komik bagus apa kaga?
Nilai2 bisnis harus direvisi dengan nilai2 yang lebih adil terhadap konsumen.

Indonesia dengan pembajakan terbesar karena masalah harga? Please!
Gw hanya bisa melongo karena tiket Maroon 5 sold out hanya dalam waktu 2 jam. Sementara gw berharap bisa beli online. Tiketnya bukannya murah, 600 rb + bow. Padahal gw juga pingin liat Adam Levine dkk...:'(

Di sisi koin yang lain, bagaimana bisa berharap orang dengan gaji $6.25 (UMR kira2 segini lah... dan BANYAK orang di Indo hidup dengan UMR) sehari bisa afford CD dengan harga $30 sebiji (ref: CD Riyu Kosaka: Danzai No Hana)? Itu gaji seminggu. Masuk akal? Seminggu gaji habis untuk media?
Dan kalau orang tidak mampu.... kembali ke klausul awal.

Wednesday, August 10, 2011

Pos Indonesia, Antara Ada dan Tiada

Ngomong2 tanggal 8, di tanah air tercinta ada penerbitan joint issue Indonesia - Malaysia. Baru nyadar tadi jam 8 malam, dan langsung menengok ke sini (http://www.e-fila.com/jis-indonesia-malaysia-/322-fdc-jis-indonesia-malaysia.html), rasanya ini portal resmi untuk shopping2 di Pos Indonesia deh. Huff, masih tersisa 24 covers.

Gambar dipinjam dari sumber yang sama, secara pesanan masih harus menunggu dikirim ke rumah di Tangerang, terus harus diambil lagi...panjang ceritanya.

Sekarang jam 1:22 pagi udah ludes semua bo! Suer gw kaga beli sampai 24 biji! Gw memang beli ekstra 3 biji, rencananya untuk hadiah ke rekan2 kolektor sekantor di Malaysia.

Antara stok di e-fila yang sedikit, atau memang penerbitan perangko di Indonesia luar biasa sukses sehingga setiap kali penerbitan langsung ludes semua.

Tapi kalau begitu sukses kenapa Pos Indonesia mengeluh rugi?

Gw lebih curiga-tion ke opsi pertama. Karena kelihatannya sulit mengantisipasi pembelian di e-fila ini. Kadang cepat sold out-nya, kadang berbulan2 kaga sold-out juga.

Dan kalau boleh jujur, kalau ga bener2 terpaksa seperti saat ini, malas rasanya berbelanja di sana. Bukan apa... portalnya tak bersertifikasi (ga ada yang kaya gini: "Verified by Veri****"), transfer bank cuma lewat BNI yang notabene gw ga punya. Ya terpaksa credit card. Tapiiii..... kelihatannya informasi credit card gw disimpan karena gw harus "Awaiting Credit Card Validation".

So never ever pake credit card. Gw aja pake debit card untuk belanja di sini. Ya paling2 kalo dibobol habis jumlah tabungan jajan, tapi bukan tabungan primer. Harusnya transaksi langsung divalidasi, dan merchant tidak boleh menyimpan informasi kartu kredit! Seraaaam..... tapi ya... di Indo yang penting saling pengertian dan tepo seliro.. karena itu ga maju2..hiks.

Bagi gw pribadi, bukan tidak nasionalis, tapi sudah lewatlah mengumpulkan perangko Pos Indonesia. Paling beli2 hanya sebagai "syarat" saja, ya... yang penting ada sajalah.

Yang pertama adalah, gambar2-nya ... sorry to say.. plainly ugly. Gw kaga mengerti kenapa designer-nya kaga ganti2. Ngadain sayembara keq, hadiah kaga usah, toh designer cukup bangga kalau hasil karyanya jadi perangko nasional.

Gambar adalah no. 1 penting untuk urusan begini. Kolektor membeli perangko dengan harapan di kemudian hari nilai koleksinya bertambah alias kata pendeknya: investasi, bukan buat nyumbang. Ada tiga hal yang menentukan harga: antara langka, konsep, dan kemampuan dijual kembali di pasar sekunder.

Kalau lu liat gambarnya dan lu kaga ngerti ini perangko ngomong apa... sudahlah lewat saja. Dan sejujurnya gw banyak mengalami begini dengan perangko Indonesia. Gw dulu fans berat sama perangko flora dan fauna Indonesia, very good...(seri hari cinta puspa dan satwa, 90-an). Begitu keluar yang belakangan ini (Flora Fauna 2010)..OMG.. so ugly!
Sekarang udah generasi clean and sleek...tapi gambarnya serasa dilempar ke tahun 60-an.

Yang kedua adalah kredibilitas institusi Pos di Indonesia. Entah mirip atau tidak nasibnya seperti "the mighty who have fallen" : United States Postal Service, tapi Pos di Indonesia..yup merugi melulu.
Terus apa akibatnya? Jelas pengaruh otoritas Pos menjadi berkurang dan swasta merajalela. Analogi kembali: Tiki, JNE di Indonesia vs Fed Ex, UPS, dkk di US.

Kalau melihat di tanah air, taruhlah 5 tahun belakangan ini, adakah kita melihat ekspansi Pos Indonesia (buka cabang baru) ketimbang ekspansi Tiki dan JNE? Dan sejujurnya lagi.. di tanah air, kalau udah ada dua ini buka deket rumah gw, ngapain gw harus jauh2 ke kantor Pos?

Penyakit BUMN, keenakan menikmati monopoli, dan ketika dilempar ke persaingan bebas, menjadi ngos2-an mengejar dan akhirnya tertinggal. Contoh lain adalah Merpati (walaupun Garuda dulu sempat begini juga).

Ditambah lagi dengan gejala merosotnya jumlah surat pribadi. Karena itu Pos di seluruh dunia ramai2 merambah industri sekunder selain mengantar surat.

Padahal potensi duit dari sini lumayan sekali.
Ambil contoh SEA Games Indonesia yang kacau balau November 2011 nanti. Silahkan lihat kalender penerbitan perangko Indonesia, boro2 disebut. Oalaaah...padahal panitia SEA Games sampai mengemis2 duit dan mecatin karyawan (yang menurut kabar gajinya pun setingkat dengan makan daon).

Ok-lah kalo nerbitin gw juga curiga-tion jangan2 duit hasil keuntungan penjualan bukannya buat ngedanain SEA Games, tapi dipakai buat jalan2 ke laut di Kolombia sana...Ya tapi setidaknya usaha gethu looh...

Mungkin jauh perbandingan, tapi:
Ketika Singapur mengadakan Youth Olympic Games, semua juga dijualin. Singapore Post dengan perangko, dan Singapore Mint dengan koin dan kartu MRT.

London Olympic? 29 koin cabang olahraga 50p, 3 seri perangko, 14 seri covers with koin, 3 seri countdown koin (yang versi silverproof dan gold juga ada...), 2 seri "body" dan "soul" silverproof koin, entah apalagi... Sampe kempes dompet kalo ngikutin semuanya. Dan inipun olympic-nya masih taon depan.

Ketika banjir Australia, Australia Post juga nerbitin perangko dengan tujuan donasi (sumber).

Good governance adalah yang semua badan negara bisa bergerak sinkron dan dinamis. Kaga jalan sendiri2. Ya memang kalau menengok rumput tetangga memang selalu lebih hijau.